Asuransi pada awalnya
adalah suatu kelompok yang bertujuan membentuk arisan untuk meringankan beban
keuangan individu dan menghindari kesulitan pembiayaan. Secara umum konsep
asuransi merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang masing-masing
menghadapi kerugian kecil sebagai suatu yang tidak dapat diduga. Apabila
kerugian itu menimpa salah seorang dari mereka yang menjadi anggota perkumpulan
itu, maka kerugian itu akan ditanggung bersama oleh mereka.
Dalam KUHD (Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang) pasal 246 memberikan pengertian asuransi sebagai
berikut : asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, yang mana
seorang penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Dari pengertian
asuransi tersebut diketahui adanya tiga unsur pokok dalam asuransi yaitu bahaya
yang dipertanggungkan, premi pertanggungan dan sejumlah uang ganti rugi
pertanggungan. Bahaya yang dipertanggungkan sifatnya tidak pasti terjadi. Premi
pertanggungan pun tidak mesti sesuai dengan yang tertera dalam polis. Jumlah
uang santunan atau ganti rugi sering atau bahkan pada umumya jauh lebih besar
daripada premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi.
Hal-hal demikian itulah
yang oleh para ahli hukum Islam dipermasalahkan. Adanya unsur menang kalah atau
untung rugi antara pihak tertanggung dan penanggung itu menimbulkan pendapat
bahwa di dalam perjanjian asuransi terdapat perjudian. Unsur-unsur
ketidakpastian atau untung-untungan, ketidakseimbangan antara premi dan ganti
rugi serta investasi dengan jalan riba itulah yang oleh banyak ahli hukum Islam
menjadikan alasan tidak dapat membenarkan perjanjian asuransi yang berlaku
hingga sekarang ditinjau dari hukum Islam. Namun ada pula golongan ahli hukum
Islam yang tidak merasa keberatan. Perbedaan pendapat itu kiranya terletak pada
perbedaan dalam memandang apakah perjanjian asuransi itu merupakan perjanjian
antara tertanggung secara perorangan dan perusahaan asuransi, ataukah antara
sejumlah tertanggung dan perusahaan asuransi.
Untuk mencari jalan
keluar dari berbagai macam unsur yang dipandang tidak sejalan dengan syariah,
telah diusahakan adanya perusahaan asuransi yang menekankan sifat saling menanggung,
saling menolong di antara para tertanggung yang bernilai kebajikan menurut
ajaran Islam.
Prinsip-prinsip Asuransi Syariah
(Takaful)
Adapun prinsip-prinsip asuransi
syariah meliputi:
1) Sesama
muslim saling bertanggung jawab. Kehidupan di antara sesama muslim terikat
dalam suatu kaidah yang sama dalam menegakkan nilai-nila Islam. Oleh karena
itu, kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab sesama
muslim. Sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah swt surat Ali-Imran ayat
103 yang berbunyi : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang
yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.
2) Sesama
muslim saling bekerja sama atau bantu-membantu. Seorang muslim akan berlaku
bijak dalam kehidupan, ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu seorang muslim dituntut mampu merasakan
dan memikirkan apa yang dirasakan dan dipikirkan saudaranya. Keadaan ini akan
menimbulkan sikap saling membutuhkan antara sesama muslim dalam menyelesaikan berbagai
masalah. Firman Allah swt dalam surat at-Taubah ayat 71 berbunyi, “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”.
3) Sesama
muslim saling melindungi penderitaan satu sama lain. Hubungan sesama muslim tersebut
dapat diibaratkan suatu badan, yang apabila salah satu anggota badan terganggu
atau kesakitan maka seluruh badan akan ikut merasakan. Maka saling
tolong-menolong dan membantu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem
kehidupan masyarakat muslim. Oleh karena itu, Allah berfirman dalam surat
adh-Dhuha ayat 9-10 yang berbunyi: “Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah
kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah
kamu menghardiknya”.
0 komentar:
Posting Komentar