Perkembangan dunia bisnis yang semakin
kompetitif menyebabkan perubahan besar luar biasa dalam persaingan, produksi,
pemasaran, pengelolaan sumber daya manusia, dan penanganan transaksi antara perusahaan
dengan pelanggan dan perusahaan dengan perusahaan lain. Persaingan yang
bersifat global dan tajam menyebabkan terjadinya penciutan laba yang diperoleh
perusahaan-perusahaan yang memasuki persaingan tingkat dunia. Hanya
perusahaan-perusahaan yang memiliki keunggulan pada tingkat dunia yang mampu
memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen, mampu menghasilkan produk yang
bermutu, dan cost effective .
Perubahan-perubahan tersebut mendorong
perusahaan untuk mempersiapkan dirinya agar bisa diterima di lingkungan
global.Keadaan ini memaksa manajemen untuk berupaya menyiapkan, menyempurnakan
ataupun mencari strategi-strategi baru yang menjadikan perusahaan mampu
bertahan dan berkembang dalam persaingan tingkat dunia.Oleh karena itu
perusahaan dalam hal ini manajemen harus mengkaji ulang prinsip-prinsip yang
selama ini digunakan agar dapat bertahan dan bertumbuh dalam persaingan yang
semakin ketat untuk dapat menghasilkan produk dan jasa bagi masyarakat.
Kunci persaingan dalam pasar global adalah kualitas
total yang mancakup penekanan-penekanan pada kualitas produk, kualitas biaya
atau harga, kualitas pelayanan, kualitas penyerahan tepat waktu, kualitas
estetika dan bentuk-bentuk kualitas lain yang terus berkembang guna memberikan
kepuasan terus menerus kepada pelanggan agar tercipta pelanggan yang loyal.
Sehingga meningkatnya persaingan bisnis memacu manajemen untuk lebih
memperhatikan sedikitnya dua hal penting yaitu keunggulan dan nilai .1
Penilaian
atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam
perusahaan.Selain digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan, pengukuran
kinerja juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan
dalam perusahaan, misalnya untuk menentukan tingkat gaji karyawan maupun reward
yang layak.Pihak manajemen juga dapat menggunakan pengukuran kinerja perusahaan
sebagai alat untuk mengevaluasi pada periode yang lalu.
Pembahasan
Praktek mal-bisnis dalam pengertiannya mencakup
semua perbuatan bisnis yang tidak baik, jelek, sia-sia, membawa akibat
kerugian, maupun melanggar hukum (business crimes,business tort, ecomomic
crimes atau disebut juga white collar crimes). Adapun di antara
jenis-jenis praktek mal-bisnis yang tertera dalam al-Qur’an adalah pengurangan
timbangan atau takaran, penimbunan, bisnis yang didamnya terdapat gharar, riba
dan lain-lain. Untuk mengungkap karakteristik praktek mal bisnis, karena
realitas jenis-jenis bisnis kini semakin berkembang dan bervariasi maka, dapat
dilakukan dengan cara mengungkap karakter-karakter yang selalu terdapat dalam
praktek mal bisnis. Dalam tulisan ini, prinsip al-bathil, adz-dzalim dan
al-fasad diasumsikan sebagai karakter yang menyatu dalam praktek mal-bisnis
baik secara sendiri-sendiri atau sekaligus.
Al-Bathil
Al-bathil dalam
al-Qur’an terdapat sebanyak 36 kali dalam berbagai derivasinya. Bathala
disebut satu kali dalam surat al-A’raf (7): 11, tubthilu dua kali
dalam surat al-Baqarah (2): 264 dan Muhammad (47): 33, yubthilu, satu
kali dalam al-Anfal (8): 8 dan sayubthiluhu, satu kali dalam
Yunus (10): 81. Dibanding bentuk-bentuk lainnya bentuk bathilun
disebut paling banyak yaitu 24 kali dalam al-Qur’an. Bathilan,
disebut dua kali dan al-mubthilunaqi, 1981:123-124).
disebut lima kali (B Menurut pengertiannya, al-bathil yang
berasal dari kata dasar bathala, berarti fasada atau rusak,
sia-sia, tidak berguna, bohong. Al-Bathil sendiri berarti; yang
batil, yang salah, yang palsu, yang tidak berharga, yang sia-sia dan syaitan (al-Munawwir,
1984: 99-100).
Al-Fasad
Prinsip kedua dari praktek mal bisnis adalah al-fasad.
Terma ini disebut 48 kali dalam al-Qur’an. Derivasi yang dipakai adalah; lafasadat,
lafasadata, afsaduha, latufsidunna, tufsidu, linufsida,
yufsida, liyufsidu, yufsidun, al-fasad, fasadan,
al-mufsidun, mufsidi n. Dari bentuk-bentuk tersebut yang
paling banyak digunakan adalah mufsidi n, sebanyak 18 kali, al-fasad,
8 kali, yufsidun, 5 kali, tufsidu, 4 kali, fasadan
3 kali, lafasadat, yufsidu, al-mufsidun, masing-masing 2
kali dan selainnya masing-masing satu kali (Baqi, 1981: 518-519). Dalam
penggunaannya terma al-fasad kebanyakan mempunyai pengertian kebinasaan,
kerusakan, membuat kerusakan (yang rugi), kekacauan di muka bumi, menimbulkan
kerusakan, atau mengadakan kerusakan di muka bumi. Misalnya dalam QS.
Al-Baqarah (2): 27, 205, al-Maidah (5): 32, al-Anfal (8): 73, Hud (11): 116,
ar-Ra’d (13): 25, an-Nahl (16): 88, as-Syu’ara (26): 152, an-Naml (27): 48,
al-Qashash (28): 77, ar-Rum (30): 41, al-Mukmin (30): 41, al-Fajr (89): 12.
Dalam surat Hud (11): 85 ditegaskan bahwa
mengurangi takaran dan timbangan merupakan kedzaliman. Demikian pula dalam
surat QS. al-A’raf (7): 85, atau QS al-Baqarah(2): 205, ditegaskan tentang
perintah menyempurnakan takaran dan timbangan disandingkan dengan larangan
mengadakan kerusakan (kedzaliman ) di muka bumi.
Di
tempat lain pada surat al-Maidah (5): 32 al-Qur’an menyatakan bagaimana besar
dan luasnya akibat yang ditimbulkan oleh suatu kezaliman, “…barang siapa
yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau
bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. “2
Azh-Zhalim
Selain al-bathil dan al-fasad,
terma azh-zhulm, mempunyai hubungan makna yang erat, terutama dalam
konteks bisnis dan ekonomi yang bertentangan dengan etika bisnis. Azh-zulm terambil
dari kata dasar zh-l-m bermakna, meletakkan sesuatu tidak pada
tempatnya, ketidakadilan, penganiayaan, penindasan, tindakan sewenang-wenang,
kegelapan (al-Munawwir, 1984: 946-947).3
Praktek Mal bisnis adalah mencakup semua perbuatan bisnis yang tidak
baik, jelek, (secara moral) terlarang, membawa akibat kerugian bagi pihak lain,
maupun yang meliputi aspek pidana dalam bisnis yaitu perbuatan – perbuatan
tercela yang dilakukan oleh businessman atau pegawai suatu bisnis baik untuk
keuntungan bisnisnya maupun yang merugikan bisnis pihak lain.Selanjutnya saya
akan paparkan sedikit tentang jenis – jenis praktek mal bisnis .
1.Riba
Riba
dilarang bukan hanya dikalangan muslim saja,tetapi juga dilarang dalam kalangan
agama lain, terutama agama – agama samawi. Dalam konteks hukum Eropa, riba
disebut dengan istilah interest atau usury, rented an
Woeker (Belanda). Dlama pemaknaannya istilah – istilah tersebut mempunyai
perbedaan.Rente adalah tingkat suku bunga tetapi dalam batas yang
kewajaran, sedangkan Woeker adalah tingkat suku bunga yang terlalu tinggi
presentasinya, sehingga dianggap sebagai riba.Dengan demikian dalam hukum
Eropa, Interest dalam konteks woeker dianggap sebagai riba.Jauh sebelum hukum
Eropa, riba telah dikenal bahkan dikutuk.Plato (427- 347 SM) misalnya termasuk
yang mengutuk pembungaan uang.Pada masa itu di yunani riba disebut rokos,
yaitu sesuatu yang dilahirkan oleh suatu makhluk organic.Menurut aristoteles
fungsi uang yang utama adalah untuk memperlancar arus perdagangan.Uang tidak
bisa digunakan sebagai alat untuk menumpuk harta kekayaan.Memperanakkan uang
yang bersifat inorganic menurut Aristoteles dianggap sebagai bertentangan
dengan hukum alam.
Dari
sisi bahasa riba berakar dari kata ra- ba yang berarti ziyadah
(tambah) dan nama(tumbuh). Pertambahan dapat disebabkan oleh
factor intern maupun ekstern.Dalam al –Qur’an terdapat beberapa kata yang
seakar dengan kata riba meskipun kata- kata tersebut mempunyai sedikit
perbedaan. Pada surat ar- Rad (13) ayat 17 terdapat kata Rabiyan yang
berarti mengapung diatas. “Mengapung” dapat dipahami lebih tingginya sesuatu
diatas permukaan air. Pada surat al – Haqqah (69) ayat 10 terdapat kata Rabiyah
yang berarti siksaan yang amat berat. Siksaan dapat dipahami bertambahnya
derita yang tidak dikehendaki. Pada suarat al – Baqarah (2) : 265 terdapat kata
Rabwah yang berarti dataran tinggi yang dapat dipahami sebagai sebagai dataran
yang lebih tinggi dari tanah disekitarnya. Dengan demikian dari pemahaman
diatas dapat diambil benang merah bahwa riba pada dasarnya merupakan suatu
kelebihan yang disengaja dari modal. Secara tegas riba dilarang diantaranya
dalam al – Qur’an pada ayat 275-276 dan 278- 279 surat al- Baqarah.
Dengan demikian riba adalah suatu proses bisnis yang terjadi dengan
adanya keharusan kelebihan dari modal baik kelebihan ini ditetapkan diawal
perjanjian maupun ditetapkan ketika si peminjam pada batas waktu yang
ditetapkan belum memiliki kemampuan untuk mengembalikan piutangnya, sehingga
dengan otomatis piutang itu menjadi berlebih dari sebelumnya. Aktivitas riba
selalu menampilkan orang kaya sebagai pemberi pinjaman dan orang miskin sebagai
peminjam, dimana si peminjam mengalami kesulitan dan keberatan dalam proses
pengembalian piutangnya, oleh karena beban riba yang harus ditanggungnya. Dan
praktek riba seperti juga penimbunan, pencegatan, mengarah kepada praktek
monopoli yang menjauhkan manusia dari sifat tolong – menolong.Riba dengan
demikian bertentangan dengan prinsip ekonomi atau bisnis yang ditawarkan oleh
Rasul yang berpijak kepada asas kemanusiaan yang diwujudkan dalam bentuk tolong
menolong.4
Dalam Al –Qur’an, perilaku meminjamkan atau memberikan utang kepada
sesama disebutnya sebagai memberikan pertolongan atau mengtangkan kepada Allah.
Dengan landasan ini maka, utang piutang seharusnya diberlakukan dalam konteks
memberikan pertolongan.Sebaliknya perilaku riba dengan cara Riba berlawanan
dengan misi pemberian utang – piutang., karena itu secara moral, riba merupakan
praktek yang banyak membawa kemudharatan.
2. Mengurangi Timbangan atau takaran
Dalam system bisnis yang sederhana, alat timbangan atau takaran
memainkan peranan penting sebagai alat bagi keberlangsungan suatu transaksi
antara si penjual barang dan pembeli, yang barang tersebut bersifat
material.Untuk mendukung system ini kemudian dikenal ukuran – ukuran tertentu
seperti ukuran berat jenis dari ons hingga ton, dan takaran literan. Pada
kenyataanya,tidak sedikit penjual yangt menggunakan alat timbangan atau
takaran, Karena bertujuan mencari keuntungan dengan cepat, mereka melakukan
kecurangan dalam timbangan atau takaran. Dalam al – Qur’an secara tegas tidak
membenarkan dan membenci perilaku ini dengan menyebutnya sebagai orang – orang
yang curang. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al – Muthaffifin
(83), yang artinya :
“ Kecelakaanlah besar bagi orang – orang yang
curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu orang – orang yang apabila menerima
takaran dri orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi ”.
Sangatlah jelas bahwa perilaku pengurangan takaran atau timbangan
temasuk jenis praktek mal bisnis karena terdapat unsur penipuan dengan sengaja
mengurangi hak orang lain. Mal bisnis jenis ini bersifat potensial terutama
dalam bisnis, hal ini terlihat dari ancaman al – Qur’an dengan menggunakan kata
al – wail, yang mengisyaratkan ancaman kecelakaan dan kenistaan bagi pelakunya.
Dalam bisnis modern media takaran dan timbangan sudah sedemikian rupa bentuk
dan ragamnya. Meskipun demikian yang menjadi problem moral dalam bisnis bukan
terletak pada media takaran maupun timbangannya, melainkan pada eksistensi
kecurangan yang dengan sengaja dilakukan baik demi tujuan keuntungan bisnis
maupun tujuan – tujuan lainnya.
3. Gharar dan Judi
Gharar pada arti asalnya bermakna al –khatar, yaitu sesuatu yang tidak
diketahui pasti benar atau tidaknya. Dari arti itu, gharar dapat berarti
sesuatu yang lahirnya menarik, tetapi dalamnya belum jelas diketahui. Bisnis
gharar dengan demikian adalah jual beli yang tidak memenuhi perjanjian dan
tidak dapat dipercaya dalam keadaan bahaya, tidak diketahui harganya,
barangnya, keselamatannya – kondisi barang –waktu memperolehnya. Dengan
demikian antara yang melakukan transaksi tidak mengetahui batas – batas hak
yang diperoleh melalui transaksi tersebut. Dalam konsep fiqh termasuk ke dalam
jenis gharar adalah membeli ikan dalam kolam, membeli buah – buahan yang masih
mentah di pohon. Praktek gharar ini, tidak dibenarkan salah satunya dengan
tujuan menutup pintu bagi munculnya perselihan dan perebutan kedua belah pihak.
Adapun judi dalam bahasa Arab disebut al – maisir, alqimar,
rahanahu fi al – qimar li ‘bun qimar,muqamarah, maqmarah (rumah
judi). Termasuk dalam bentuk judi adalah model bisnis yang dilakukan dengan
system pertaruhan.
Perilaku judi dalam proses maupun pengembangan bisnis dilarang secara
tegas oleh al – Qur’an. Judi atau al – maisir ditetapkan sebagai hal yang harus
dihindari dan dijauhi oleh orang yang beriman bersama – sama dengan larangan
khamr dan mengundi nasib, karena termasuk perbuatan syaitan.
Dari sudut pandang bisnis, baik gharar maupu
judi, tidak dapat memperilihatkan secara transparan mengenai proses dan
keuntungan (laba) yang akan diperoleh. Proses dan hasil dari bisnis yang
dilakukan tidak bergantung kepada keahlian, kepiawaian dan kesadaran melainkan
digantungkan pada sesuatu atau pihak luar yang tidak terukur. Pada konteks ini
yang terjadi bukan upaya rasional pelaku bisnis, melainkan sekedar untung –
untungan.5
4. Penipuan
Al –
Gabn menurut bahasa bermakna al- khada yang
berarti penipuan. Dikatakan :Ghabanahu ghabanan fi – al – bai’I wasy- syira
; khada’ ahu wa ghalabahu (dia benar – benar menipunya dalam jual beli
yaitu menipunya dan menekannya). Penipuan model ghabn ini disebut
penipuan bila sudah sampai taraf yang keji.
Adapun
penipuan tadlis adalah penipuan baik pada pihak penjual maupun pembeli
dengan cara menyembunyikan kecacatan ketika terjadi transaksi.. Dalam bisnis
modern perilaku ghabn atau tadlis bisa terjadi dalam proses mark
up yang melampaui kewajaran atau wan prestasi.6
5. Penimbunan
Penimbunan adalah pengumpulan dan penimbunan barang – barang tertentu
yang dilakukan dengan sengaja sampai batas waktu untuk menunggu tingginya harga
barang – barang tersebut.Penimbunan dalam bahasa Arab disebut ihtikar
bermakna istibadda yang berarti bertindak sewenang – wenang.
Al-
Qur’an secara tegas menjelaskan bahwa, penimbunan diancam dengan siksa yang
pedas ;
“Hai
orang – orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang- orang
alim Yahudi dan rahib Nasrani benar – benar memakan harta orang dengan jalan
yang bathil dan mereka menghalang – halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan
orang – orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa
yang amat pedih. Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahanam,
lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka, (lalu
dikatakannya kepada mereka) : Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk
dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari ) apa yang kamu simpan
itu”.
Pada
ayat ini menimbun harta secara eksplisit dicontohkan dengan menimbun emas dan
perak yang dalam masyarakat umum termasuk klasifikasi kebutuhan tersier, tetapi
perbuatan inipun sangat dibenci al –Qur’an. Dalam ayat ini dengan tegas
dijelaskan bahwa menimbun harta atau komoditas yang merupakan kebutuhan
masyarakat merupakan praktek bisnis yang terdapat didalamnya landasan
kebathilan, kerusakan dan kezaliman sekaligus. Dengan demikian praktek ini
jelas sangat bertentangan dengan etika bisnis al – Qur’an.
Dari
sudut pandang ahli hukum Islam (fiqh), para ulama bersepakat tentang
ketidakbolehan (keharaman) praktek ikhtikar. Penimbunan atau al
– ihtikar dilarang oleh Islam karena akan mengakibatkan kerugian
pada pihak lain. Dengan demikian hal ini bertentangan dengan prinsip pokok dari
fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi. Dengan demikian disamping masyarakat,
pemerintah mempunyai keharusan dalam melarang praktek ikhtikar ini.
Dari
sudut pandang ekonomi, dengan demikian ihtikar tidak dibenarkan karena
dapat menyebabkan tidak transparan dan keruhnya pasar serta menyulitkan
pengendalian pasar. Menimbun, membekukan, atau menahan dan menjauhkannya dari
peredaran akan menimbulkan bahaya terhadap perekonomian dan moral.
Lebih jauh perbuatan menimbun ini bertentangan dengan sifat – sifat
kemanusiaan.Orang yang melakukan penimbunan adalah manusia yang tidak
mengetahui tujuan mencari harta. Harta benda adalah perantaraan hidup manusia
untuk mencapai kehidupan kehidupan yang bahagia.7
Daftar Pustaka
1.
http://aisaliem.wordpress.com/2010/04/03/jenis-jenis-praktek-mal-bisnis
2.
http://aoshywii.blogspot.com/2009/01/praktek-mal-bisnis.html
3.
Keraf,Sonny
1998,Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya,Yogyakarta,Kanisius,edisi khusus.
4.
Naqvi,Syed
Nawab,1993,Ethict and Economics:An Islamic Syntes di terjemahkan oleh Husen Ani
Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami,Bandung:Mizan.
0 komentar:
Posting Komentar