A. Karakteristik, Kurva Masalah
Konsep
distribusi pendapatan dalam Islam dapat di ilustrasikan lewat model Edgeworth,[1]
yaitu dengan menggunakan asumsi bahwa yang di konsumsi atau yang di produksi
umat Islam tidak mengandung riba, tidak mengandung kegiatan yang haram dan
harta bagi konsumen dan produsen di kenai zakat.
· Efisiensi Konsumsi
Konsumsi
seorang Muslim akan lebih efisien jika kenaikan kepuasan konsumsinya memerlukan
penurunan kepuasan konsumen lainnya. Efisiensi konsumsi akan terjadi jika Marginal
Rate Of Substitution (MRS)[2]
adalah sama untuk semua konsumen yang membeli kedua barang tersebut.
Kurva-kurva Indifference kedua konsumen tersebut harus bersinggungan
agar salah satu atau kedua konsumen tersebut tidak dapat menaikkan kepuasan
melalui pengalokasian kembali barang-barang yang di konsumsi.
·
Kurva
Kontrak Konsumsi
Konsumen
akan bergerak menuju kurva kontrak konsumsi dari setiap alokasi barang awal
mula dalam keadaan tertentu. Dua syarat yang di perlukan adalah;
1.
Konsumen
berusaha memaksimumkan kepuasannya.
2.
Pasar
bertindak seperti jika pasar tersebut bergerak dalam pasar persaingan sempurna. [3]
B.
Batasan Individu
Hubungan manusia dengan benda dan kekuasaan manusia atas segala
sesuatu yang ada di sekitarnya merupakan suatu masalah yang penting dalam
ekonomi islam. Mengenai ini terdapat ketentuan-ketentuan pokok dalam al-Qur’an,
yang artinya :
“Kepunyaan Allah-lah
kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu”.[4]
“Agar Allah memberi
pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya
Allah Maha cepat hisab-Nya”.[5]
Dari ketentuan-ketentuan pokok Qur’an di atas, para ahli merumuskan
hubungan manusia dengan benda dan segala sesuatu yang ada di sekitarnya, yaitu:
1.
Segala
sesuatu yang berada di langit dan bumi dan benda-benda yang ada di antaranya
adalah milik Tuhan secara mutlak.
2.
Manusia
di beri hak oleh Tuhan atas benda dan segala sesuatu yang ada di sekitarnya
itu, tetapi bukan hak untuk memilikinya secara mutlak, melainkan hak untuk
mengurus dan mengelolanya dan mengambil faedah dari padanya dalam batas-batas
tertentu.
3.
Hak
untuk mengurus dan memanfaatkan benda yang di berikan oleh Tuhan itu diimbali
dengan kewajiban untuk mewujudkan kebaikan dan kemakmuran bersama.
4.
Sebagai
pengurus milik Allah, manusia harus menyesuaikan kebijaksanaan penggunaannya
kepada kehendak Allah sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dan di
jelaskan oleh sunnah Rasul-Nya.[6]
C.
Perilaku Konsumen
Islam mengatur segenap perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana
manusia bisa melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna
bagi kemaslahatan hidupnya. Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan
Allah dan Rasulullah SAW akan menjamin kehidupan manusia yang lebih sejahtera.
Seorang Muslim dalam berkonsumsi di dasarkan atas beberapa
pertimbangan:
1.
Manusia
tidak kuasa sepenuhnya mengatur detail permasalahan ekonomi masyarakat atau
Negara. Terselenggaranya keberlangsungan hidup manusia di atur oleh Allah.
Allah berfirman, “Adakah kamu lihat air yang kamu minum? Kamukah yang
menurunkannya dari awan atau kamikah yang menurunkannya”.[7]
Menurut al-Ghazali, pasar terbentuk secara alami yang di timbulkan adanya
perbedaan kebutuhan satu orang dengan orang lain.
2.
Dalam
konsep Islam kebutuhan yang membentuk pola konsumsi seorang muslim. Dimana
batas-batas fisik merefleksikan pola yang di gunakan seorang Muslim untuk
melakukan aktivitas konsumsi, bukan di karenakan pengaruh preferensi[8]
semata.
3.
Dalam
berkonsumsi seorang Muslim harus menyadari bahwa ia menjadi bagian dari
masyarakat. Maka, dalam berkonsumsi di tuntut untuk saling menghargai dan
menghormati keberadaan sesamanya.[9]
D.
Pendekatan Perilaku Konsumen
Akibat adanya kendala keterbatasan
pendapatan di satu sisi dan adanya keinginan untuk mengkonsumsi barang dan jasa
sebanyak-banyaknya agar diperoleh kepuasan yang maksimal di sisi lainnya, maka
timbullah perilaku konsumen. Ada beberapa pendekatan yang sering digunakan
untuk menjelaskan terbentuknya fungsi permintaan konsumen, yaitu:
a.
Pendekatan Kardinal (Cardinal Approach).
Menurut pendekatan ini, daya guna
dapat diukur dengan satuan uang atau utilitas, dan tinggi rendahnya nilai atau
daya guna tergantung kepada subyek yang menilai. Pendekatan ini juga mengandung
anggapan bahwa semakin berguna suatu barang bagi seseorang, maka akan semakin
diminati. Asumsi dari pendekatan ini adalah:
1.
Konsumen
Rasional, artinya konsumen bertujuan memaksimalkan kepuasannya dengan batasan
pendapatannya.
2.
Diminishing
Marginal Utility, artinya tambahan utilitas yang diperoleh konsumen makin
menurun dengan bertambahnya konsumsi dari komoditas tersebut.
3.
Pendapatan
konsumen tetap
4.
Uang
mempunyai nilai subyektif yang tetap.
5.
Total
Utility adalah additive dan independent. Additive artinya
daya guna dari sekumpulan barang adalah fungsi dari kuantitas masing-masing
barang yang dikonsumsi. Sedangkan independent berarti bahwa daya guna X1
tidak dipengaruhi oleh tindakan mengkonsumsi barang X2, X3, X4 …. Xn dan
sebaliknya.
b.
Pendekatan Ordinal.
Dalam pendekatan ini daya guna suatu
barang tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat
urutan tinggi rendahnya daya guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok
barang Pendekatan yang dipakai dalam
teori ordinal adalah indefference curve, yaitu kurva yang menunjukkan
kombinasi 2 (dua) macam barang konsumsi yang memberikan tingkat kepuasan sama.
Asumsi dari pendekatan ini adalah:
1.
Konsumen
rasional
2.
Konsumen
mempunyai pola preferensi terhadap barang yang disusun berdasarkan urutan besar
kecilnya daya guna
3.
Konsumen
mempunyai sejumlah uang tertentu
4.
Konsumen
selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum
5.
Konsumen
konsisten, artinya bila barang A lebih dipilih dari pada B karena A lebih di sukai
dari pada B, tidak berlaku sebaliknya
6.
Berlaku
hukum transitif, artinya bila A lebih di sukai dari pada B dan B lebih di sukai
dari pada C, maka A lebih di sukai dari pada C
c.
Preferensi Nyata (Revealed Preference Hypothesis).
Kurva permintaan dapat disusun secara langsung
berdasarkan perilaku konsumen di pasar. Asumsi yang menjadi dasar berlakunya
teori ini antara lain adalah:
1.
Rasionalisasi,
yaitu konsumen adalah rasional, juga mengandung pengertian bahwa jumlah barang
banyak lebih disukai dari pada barang sedikit.
2.
Konsisten
artinya seperti biasanya apabila konsumen telah menentukan A lebih disukai
daripada B maka dia tidak sekali-kali mengatakan bahwa B lebih disukai dari
pada A.
3.
Asas
Transitif, artinya bila konsumen menyatakan A lebih di sukai dari pada B dan B
lebih di sukai dari pada C, maka ia akan menyatakan juga bahwa A lebih di sukai
dari pada C.
4.
Konsumen
akan menyisihkan sejumlah uang untuk pengeluarannya. Jumlah dan Y yang
sesungguhnya dibeli di pasar merupakan preferensi atas kombinasi barang
tersebut. Kombinasi yang dibeli ini akan memberikan dayaguna yang tertinggi.
d.
Pendekatan Atribut.
Pendekatan ini mempunyai pandangan
bahwa konsumen dalam memberi produk tidak hanya karena daya guna dari produk
tersebut, tetapi karena karakteristik atau atribut-atribut yang disediakan oleh
produk tersebut.
Ada beberapa keunggulan pendekatan
atribut antara lain :
1.
Kita
akan terlepas dari diskusi mengenai bagaimana mengukur daya guna suatu barang,
yang merupakan asumsi dari pendekatan sebelumnya.
2.
Pendekatan
ini memandang suatu barang diminta konsumen bukan jumlahnya, melainkan atribut
yang melekat pada barang tersebut, sehingga lebih dapat dijelaskan tentang
pilihan konsumen terhadap produk.
3.
Dapat
digunakan untuk banyak barang, sehingga bersifat praktis dan lebih mendekati kenyataan,
serta operasionalisasinya lebih mudah.
E. Keseimbangan
Keseimbangan merupakan nilai dasar yang pengaruhnya terlihat pada
berbagai aspek tingkah laku ekonomi muslim, misalnya kesederhanaan ( moderation
), hemat ( parsimony ), dan menjauhi pemborosan ( extravagance ). Konsep
keseimbangan ini tidak hanya timbangan kebaikan hasil usaha yang diarahkan
untuk dunia dan akhirat saja, tetapi berkaitan juga dengan kepentingan (
kebebasan ) perorangan dengan kepentingan umum yang harus dipelihara agar
tercapainya nilai-nilai keseimbangan antara hak dan kewajiban. Konsep nilai
kesederhanaan berlaku dalam tingkah laku ekonomi terutama menjauhi
konsumerisme. Allah berfirman yang artinya :
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah
di setiap (memasuki) mesjid.[10],
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[11].
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan".[12]
Menjauhi
pemborosan tidak hanya berlaku untuk pembelanjaan yang diharamkan saja tetapi
juga pembelanjaan dan shodaqoh yang berlebihan (lihat Q.17:29, Q.55:8-9).
Berbagai
ujian atau cobaan di dunia ini seperti kelaparan, kemiskinan, dan lain-lain
akan mengakibatkan keseimbangan terganggu, kestabilan ekonomi dan keamanan pun
tidak terjamin. Allah berfirman yang
artinya :
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.[13]
Dalam
keadaan seperti ini salah satu tindakan yang telah dicontohkan Umar Bin Khottob
:“ Bila aku mempunyai waktu lebih banyak pada masa mendatang, aku akan
mengadakan redistribusi kekayaan dengan mengambil kelebihan dari si kaya dan
dan memberikannya kepada si miskin”. Alternative lain untuk pemerataan
pendapatan adalah dengan nasionalisasi industry.[14]
Dalam konsep ekonomi Islam harga di tentukan oleh keseimbangan
permintaan dan penawaran. Keseimbangan ini tidak akan terjadi bila antara
penjual dan pembeli tidak bersikap saling merelakan. Harga di tentukan oleh
kemampuan penjual untuk menyediakan barang yang di tawarkan kepada pembeli dan
kemampuan pembeli untuk mendapatkan barang tersebut dari penjual. Dalam ekonomi
Islam keseimbangan pasar mempertimbangkan beberapa hal;
1.
Dalam
konsep Islam monopoli,[15]
duopoly, oligopoly[16]
tidak di larang keberadaannya selama mereka tidak mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal. Ini merupakan konsekuensi dari konsep keseimbangan harga.
2.
Kondisi
pasar yang kompetitif[17]
mendorong segala sesuatunya menjadi terbuka. Allah berfirman “ Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan
yang batil kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku dengan suka sama suka
di antara kalian”.[18]
3.
Produsen
di larang melakukan praktek perdagangan demi keuntungan pribadi dengan cara
memapak pedagang di pinggir kota, mendapat keuntungan dari ketidaktahuan
penjual dari satu kota terhadap harga yang berlaku di kota lain. Di riwayatkan
oleh Muslim dari Abu Hurairah Ra, ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW, “
Janganlah kamu papak (pergi berjumpa kafilah sebelum sampai di kota dan sebelum
mereka dapat tahu harga pasar) barang yang dibawa dari luar kota. Barang siapa
di papak lalu di beli dari padanya sesuatu, maka apabila yang empunya barang
itu datang ke pasar, ia berhak khiyar”.[19]
4.
Konsep
Islam melarang penimbunan karena alasan untuk mencari keuntungan dari
kelangkaan barang di pasar.
5.
Islam
melarang kaum Muslimin untuk bertindak curang. Hadits yang di riwayatkan Ibnu
Majah dan Abu Daud dari Abu Hurairah mengatakan, “Bukanlah termasuk umatku,
orang yang melakukan penipuan”.
6.
Menyembunyikan
barang cacat karena penjual mendapatkan harga yang tinggi. Imam Ibnu Majah
meriwayatkan dari Uqbah bin Amir dari Rasulullah SAW yang mengatakan, “Seorang
Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain. Dan tidak halal bagi seseorang
untuk menjual barang kepada saudaranya, sementara di dalamnya terdapat cacat, selain
dia menjelaskan cacat tersebut kepadanya”.
7.
Jual
beli di lakukan dengan keadaan nilai barang yang sama.[20]
Pasar
persaingan sempurna dapat menghasilkan alokasi di mana produksi dan konsumsi
efisien. Syarat tambahan harus di tambahkan pada pengalokasian sumber daya
untuk mencapai keseimbangan umum dan efisiensi secara penuh. Keputusan konsumsi
harus konsisten dengan keputusan produksi, demikian pula sebaliknya. Tingkat
marginal bagi masyarakat di mana mereka dapat mengubah (menstrafer)
barang-barangnya harus sama dengan MRTS untuk individu-individu.[21]
[1] F. Y. Edgesworth adalah Penemu yang
menurunkan konsep kurva kontrak dalam mathematical psychics.
[2] Negative dari kemiringan kurva indifference
(U1) di satu titik tertentu.
[3] Heri Sudarsono, konsep ekonomi islam, suatu
pengantar, (Yogyakarta, ekonisia: 2003), hal: 235-239.
[4] Qs, Al Maa-idah, Ayat: 120.
[5] Qs, Ibrahim, Ayat: 51.
[6] Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat
dan Wakaf, (Jakarta, UI: 1988), hal: 20-21.
[7] Surat al-Waqqi’ah, ayat: 68-69.
[8] Preferensi : Pilihan; keadaan yang lebih di
sukai.
[9] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam,
Suatu Pengantar, (Yogyakarta, Ekonisia: 2003), hal: 167-168.s
[10] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan
sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain
[11] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang
dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang
dihalalkan.
[12]
Qs. Al-A’raaf, ayat: 31.
[13] Qs. Al-Baqarah, Ayat: 155.
[14]
Ahmad M. Saefuddin, Nilai-Nilai Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta, Samudera:
1984), hal: 22-23.
[15] Monopoli adalah hak menguasai secara tunggal.
[16] Oligopoly adalah pasar yang menyediakan
barang yang serupa namun dari produksi yang berbeda-beda.
[17] Kompetitif adalah bersaing.
[18] Surat an-Nisa, ayat: 29.
[19] Khiyar adalah hak memiliki buat menjadikan
atau membatalkan penjualan sebelum datang ke pasar.
[20] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, Suatu
Pengantar, (Yogyakarta, Ekonisia: 2003), Hal: 216-218.
[21] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, Suatu
Pengantar, (Yogyakarta, Ekonisia: 2003), Hal: 244-245.
0 komentar:
Posting Komentar