Tiap stasiun televisi di Indonesia mempunyai acara kontes-kontesan. Tengok saja misalnya AFI, Indonesian Idol, Penghuni Terakhir, KDI, Putri Cantrik, dsb. Sejatinya, tujuan dari acara ini bukan mencari bibit penyanyi terbaik. Acar a ini hanya sebagai kedok. Bisnis sebenarnya adalah SMS premium.
Bisnis ini sangat menggiurkan, lagi pula aman dari jeratan hukum -- setidaknya sampai saat ini. Mari kita hitung. Satu kali kirim SMS biayanya --anggaplah—Rp 2000. Uang dua ribu rupiah ini sekitar 60% untuk penyelenggara SMS Center (Satelindo, Telkomsel, dsb). Sisanya yang 40% untuk "bandar" (penyelenggara) SMS. Siapa saja bisa jadi bandar, asal punya modal untuk sewa server yang terhubung ke Internet nonstop 24 jam per hari dan membuat program aplikasinya. Jika dari satu SMS ini "bandar" mendapat 40% (artinya sekitar Rp 800), maka jika yang mengirimkan sebanyak 5% saja dari total penduduk Indonesia (Coba anda hitung, dari 100 orang kawan anda, berapa yang punya handphone? Saya yakin lebih dari 40%), maka bandar ini bisa meraup uang sebanyak Rp 80.000.000.000 (baca: Delapan puluh milyar rupiah). Jika hadiah yang diiming-imingkan adalah ?rumah senilai 1 milyar, itu artinya bandar hanya perlu menyisihkan 1,25% dari keuntungan yang diraupnya sebagai "biaya promosi"! Dan ingat, satu orang biasanya tidak mengirimkan SMS hanya sekali. Masyarakat diminta mengirimkan SMS sebanyak-banyaknya agar jagoannya tidak tersisih, dan "siapa tahu" mendapat hadiah. Kata "siapa tahu" adalah untung-untungan, yang mempertaruhkan pulsa handphone. Pulsa ini dibeli pakai uang. Artinya: Kuis SMS adalah 100% judi.
Begitu menggiurkannya bisnis ini, sampai-sampai Nutrisari membuat iklan yang saya pikir Menyesatkan. Pemirsa televisi diminta menebak, "buka" atau "sahur",lalu jawabannya dikirim via SMS. Ada embel-embel gratis. Ada kata, "dapatkan handphone..." Saya bilang ini menyesatkan, karena pemirsa televisi bisa menyangka: "Dengan mengirimkan SMS ke nomor sekian yang gratis (toll free), saya bisa mendapat handphone gratis".
Kondisi ini sudah sangat menyedihkan. Bahkan sangat gawat. Lebih parah daripada zaman Porkas atau SDSB. Jika dulu, orang untuk bisa berjudi harus mendatangi agen, jika dulu zaman jahiliyah orang berjudi dengan anak panah, sekarang orang bisa berjudi hanya dengan beberapa ketukan jari di pesawat handphone!
Di Malaysia judi SMS sudah lama dilarang. Saatnya judi SMS juga dilarang di Indonesia. Mohon pemerintah dan Ulama segera bertindak, agar masyarakat tidak semakin resah dan dibodohi. Tolong bantu sebarkan kampanye anti judi SMS ini. Tanpa bantuan anda, kampanye ini akan meredup dan sia-sia belakan.
Bahkan karena maraknya praktik bisnis SMS Premium Berhadiah ini, mendorong Dr. As-Sheikh Yusuf Al-Qardhawi, Pro. Dr. Ali As-Salus dan Sheikh Muhammad Salleh Al-Munjid mengeluarkan fatwa yang mengharamkannya karena dianggap sebagai judi terselubung. Penipuan dan perjudian adalah dua cara mendapatkan uaang yang menjadikan haramnya muamalat Majma' Al-Fiqh Al-Islami (Akademi Fikh Islam) di Mekkah juga telah membuat ketetapan bahwa undian berhadiah melalui telepon premium untuk menonton pertandingan olah raga adalah tidak boleh dari segi syara' (haram) jika sekiranya bayaran tersebut atau sebahagian darinya dimasukkan di dalam nilai hadiah yang dikategorikan sebagai mengambil harta manusia secara batil.
Di samping itu, perusahaan yang menylenggarakan maupun yang mendukung kegiatan bisnis SMS premium berhadiah maupun sambungan telepon premium berhadiah dalam berbagai kegiatan termasuk seni, hiburan dan olahraga merupakan judi (maisir) sebagaimana yang dimasukkan dalam firman Allah di surat Al-Maidah ayat 90
Masih terngiang dalam ingatan kita soal undian berhadiah SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) yang kemudian ditutup setelah diprotes para ulama dan umat Islam. Kemudian beberapa bulan yang lalu juga menyusul undian serupa yang dilansir oleh PT. Magnum Metropolitan Indonesia dan juga dihentikan operasionalnya setelah MUI turun tangan. Alasan ditutupnya undian berhadiah kedua permainan tersebut adalah karena mengandung unsur perjudian.
Selanjutnya banyak juga permainan di teve nasional seperti who wants to be a millioner yang syarat mengikutinya harus dengan menelpon dengan tarif premium call Rp 3.425/menit. Dalam salah satu episode permainan yang menawarkan hadiah Rp1M itu ada peserta yang hampir berhasil mendapatkannya. Namun ketika pada pertanyaan terakhir konon jawaban komputer menyalahkan jawaban yang diberikan oleh peserta, padahal jawaban peserta itu benar. Sehingga terjadilah gugatan oleh peserta terhadap si pembawa acara tersebut yang urusannya sampai ke kepolisian. Namun akhir
dari gugatan tersebut saya tidak tahu.
Ada lagi kasus sebuah keluarga yang ribut gara-gara sang istri dengan diam-diam mengikuti acara kuis Ramadan di sebuah teve nasional, di mana jawaban dari pertanyaan kuis tersebut disampaikan melalui telpon dan di sana dijawab oleh mesin otomatis. Harga premium call hanya Rp400/menit, namun karena jawaban mesin di sana "bertele-tele" maka tagihan yang harus dibayar oleh keluarga tersebut pada bulan berikutnya adalah Rp350rb, sebuah tagihan terbesar sepanjang sejarah pertelponan keluarga tersebut.
Akhir-akhir ini tawaran hadiah melalui SMS menyeruak baik melalui kuis olah raga, Akademi Fantasi Indonesia (AFI), Indonesia Idol, Kontes Dangdut TPI (KDI), dan sebagainya, termasuk polling capres, masyarakat terus menerus dirayu untuk mengirim sebanyak-banyak SMS yang harga per SMS-nya rata-rata Rp1000. Padahal biaya SMS reguler seperti Telkomsel hanya Rp250,- Persoalannya sekarang adalah, apakah pengiriman SMS untuk mendapatkan hadiah tersebut termasuk judi atau bukan? Beberapa hari yang lalu, tepatnya Selasa 27 Juli 2004, National Fatwa Council (NFC), sebuah lembaga muslim tertinggi di Malaysia mengeluarkan fatwa yang melarang kaum muslim Malaysia mengikuti beragam perlombaan yang menawarkan hadiah melalui layanan pesan singkat (Short Message System atau SMS).
NFC menilai bahwa pengiriman jawaban sebuah pertanyaan dengan tujuan mendapatkan hadiah melalui SMS (atau telpon) mengandung unsur-unsur judi dan mengeksploitasi nafsu konsumerisme. (Republika, 29/7). Ketua lembaga ini, Ismail Ibrahim, mengatakan perebutan hadiah melalui SMS sarat dengan elemen-elemen seperti keberuntungan, taruhan, perkiraan, dan penipuan. Ia mengatakan, bahwa keputusan ini diambil setelah dewan menggelar sejumlah forum konsultasi dengan para ulama di seluruh negara bagian Malaysia, pakar teknologi informasi, dan konsumen. Semua ulama yang hadir dengan mutlak menyetujui fatwa ini. Maka, Ibrahim meminta semua muslim Malaysia mematuhi fatwa ini karena pelanggarnya akan diproses di pengadilan syariah. Bagaimana dengan Indonesia yang berpenduduk mayoritas mutlak umat Islam itu? Di sini, jangankan soal SMS berhadiah semacam itu,koruptor kelas kakap pun bisa bebas berlenggang kangkung.
Bagaimana pandangan syariah soal ini. Dalam Al-Qur'an sudah sangat jelas hukumnya terhadap perjudian (al-maisir) atau mengundi nasib (al-azlam) seperti dalam QS. Al-Maidah/5:3. Adapun unsur-unsur perbuatan yang bisa dikategorikan perjudian sekurang-kurangnya ada lima:
1) Al-Gharar (penipuan) yaitu permainan tersebut dimaksudkan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya oleh produsen dengan cara menipu konsumen. Namun untuk menutupi penipuan tersebut dibuatlah semacam kompensasi seperti hadiah atau bonus.
2) Merugikan orang lain yaitu akibat dari penipuan tadi adalah kerugian
akan diderita oleh konsumen.
3) Mengundi nasib, yaitu konsumen akan berharap-harap cemas memperoleh hadiah besar dengan cara mudah. 4) Membuat angan-angan kosong yaitu konsumen dengan sendirinya akan berfantasi-ria mengharap dapat hadiah seperti mobil, motor, barang elektronika lainnya hanya dengan modal sangat kecil.
5) Malas bekerja yaitu akhirnya permainan itu membuat masyarakat enggan bekerja keras, karena untuk mendapatkan
hadiah tersebut cukup menunggu pengumuman.
Kelima unsur ini memang harus dibuktikan terhadap sebuah permainan yang akan dijadikan ajang perjudian. Namun yang perlu diingat, sebaik apa pun permainan yang dibuat, maka bagi para penjudi tetap saja akan dijadikan sarana perjudian, termasuk pemilihan presiden putaran kedua nanti. Jadi, memang yang harus dilarang adalah para pelaku perjudian tersebut, bukan permainannya. Walaupun menurut Nabi saw, termasuk kesempurnaan iman seseorang itu adalah meninggalkan perkara-perakara yang sia-sia. Seperti main catur yang membuang banyak waktu, karena lebih baik dzikir. Atau duduk-duduk di pinggir jalan, karena sebaiknya iktikaf di masjid, dan sebagainya. Jadi, kalau Malaysia saja bisa, kenapa kita tidak? []
Wallahu a'lam.
Bisnis ini sangat menggiurkan, lagi pula aman dari jeratan hukum -- setidaknya sampai saat ini. Mari kita hitung. Satu kali kirim SMS biayanya --anggaplah—Rp 2000. Uang dua ribu rupiah ini sekitar 60% untuk penyelenggara SMS Center (Satelindo, Telkomsel, dsb). Sisanya yang 40% untuk "bandar" (penyelenggara) SMS. Siapa saja bisa jadi bandar, asal punya modal untuk sewa server yang terhubung ke Internet nonstop 24 jam per hari dan membuat program aplikasinya. Jika dari satu SMS ini "bandar" mendapat 40% (artinya sekitar Rp 800), maka jika yang mengirimkan sebanyak 5% saja dari total penduduk Indonesia (Coba anda hitung, dari 100 orang kawan anda, berapa yang punya handphone? Saya yakin lebih dari 40%), maka bandar ini bisa meraup uang sebanyak Rp 80.000.000.000 (baca: Delapan puluh milyar rupiah). Jika hadiah yang diiming-imingkan adalah ?rumah senilai 1 milyar, itu artinya bandar hanya perlu menyisihkan 1,25% dari keuntungan yang diraupnya sebagai "biaya promosi"! Dan ingat, satu orang biasanya tidak mengirimkan SMS hanya sekali. Masyarakat diminta mengirimkan SMS sebanyak-banyaknya agar jagoannya tidak tersisih, dan "siapa tahu" mendapat hadiah. Kata "siapa tahu" adalah untung-untungan, yang mempertaruhkan pulsa handphone. Pulsa ini dibeli pakai uang. Artinya: Kuis SMS adalah 100% judi.
Begitu menggiurkannya bisnis ini, sampai-sampai Nutrisari membuat iklan yang saya pikir Menyesatkan. Pemirsa televisi diminta menebak, "buka" atau "sahur",lalu jawabannya dikirim via SMS. Ada embel-embel gratis. Ada kata, "dapatkan handphone..." Saya bilang ini menyesatkan, karena pemirsa televisi bisa menyangka: "Dengan mengirimkan SMS ke nomor sekian yang gratis (toll free), saya bisa mendapat handphone gratis".
Kondisi ini sudah sangat menyedihkan. Bahkan sangat gawat. Lebih parah daripada zaman Porkas atau SDSB. Jika dulu, orang untuk bisa berjudi harus mendatangi agen, jika dulu zaman jahiliyah orang berjudi dengan anak panah, sekarang orang bisa berjudi hanya dengan beberapa ketukan jari di pesawat handphone!
Di Malaysia judi SMS sudah lama dilarang. Saatnya judi SMS juga dilarang di Indonesia. Mohon pemerintah dan Ulama segera bertindak, agar masyarakat tidak semakin resah dan dibodohi. Tolong bantu sebarkan kampanye anti judi SMS ini. Tanpa bantuan anda, kampanye ini akan meredup dan sia-sia belakan.
Bahkan karena maraknya praktik bisnis SMS Premium Berhadiah ini, mendorong Dr. As-Sheikh Yusuf Al-Qardhawi, Pro. Dr. Ali As-Salus dan Sheikh Muhammad Salleh Al-Munjid mengeluarkan fatwa yang mengharamkannya karena dianggap sebagai judi terselubung. Penipuan dan perjudian adalah dua cara mendapatkan uaang yang menjadikan haramnya muamalat Majma' Al-Fiqh Al-Islami (Akademi Fikh Islam) di Mekkah juga telah membuat ketetapan bahwa undian berhadiah melalui telepon premium untuk menonton pertandingan olah raga adalah tidak boleh dari segi syara' (haram) jika sekiranya bayaran tersebut atau sebahagian darinya dimasukkan di dalam nilai hadiah yang dikategorikan sebagai mengambil harta manusia secara batil.
Di samping itu, perusahaan yang menylenggarakan maupun yang mendukung kegiatan bisnis SMS premium berhadiah maupun sambungan telepon premium berhadiah dalam berbagai kegiatan termasuk seni, hiburan dan olahraga merupakan judi (maisir) sebagaimana yang dimasukkan dalam firman Allah di surat Al-Maidah ayat 90
Masih terngiang dalam ingatan kita soal undian berhadiah SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) yang kemudian ditutup setelah diprotes para ulama dan umat Islam. Kemudian beberapa bulan yang lalu juga menyusul undian serupa yang dilansir oleh PT. Magnum Metropolitan Indonesia dan juga dihentikan operasionalnya setelah MUI turun tangan. Alasan ditutupnya undian berhadiah kedua permainan tersebut adalah karena mengandung unsur perjudian.
Selanjutnya banyak juga permainan di teve nasional seperti who wants to be a millioner yang syarat mengikutinya harus dengan menelpon dengan tarif premium call Rp 3.425/menit. Dalam salah satu episode permainan yang menawarkan hadiah Rp1M itu ada peserta yang hampir berhasil mendapatkannya. Namun ketika pada pertanyaan terakhir konon jawaban komputer menyalahkan jawaban yang diberikan oleh peserta, padahal jawaban peserta itu benar. Sehingga terjadilah gugatan oleh peserta terhadap si pembawa acara tersebut yang urusannya sampai ke kepolisian. Namun akhir
dari gugatan tersebut saya tidak tahu.
Ada lagi kasus sebuah keluarga yang ribut gara-gara sang istri dengan diam-diam mengikuti acara kuis Ramadan di sebuah teve nasional, di mana jawaban dari pertanyaan kuis tersebut disampaikan melalui telpon dan di sana dijawab oleh mesin otomatis. Harga premium call hanya Rp400/menit, namun karena jawaban mesin di sana "bertele-tele" maka tagihan yang harus dibayar oleh keluarga tersebut pada bulan berikutnya adalah Rp350rb, sebuah tagihan terbesar sepanjang sejarah pertelponan keluarga tersebut.
Akhir-akhir ini tawaran hadiah melalui SMS menyeruak baik melalui kuis olah raga, Akademi Fantasi Indonesia (AFI), Indonesia Idol, Kontes Dangdut TPI (KDI), dan sebagainya, termasuk polling capres, masyarakat terus menerus dirayu untuk mengirim sebanyak-banyak SMS yang harga per SMS-nya rata-rata Rp1000. Padahal biaya SMS reguler seperti Telkomsel hanya Rp250,- Persoalannya sekarang adalah, apakah pengiriman SMS untuk mendapatkan hadiah tersebut termasuk judi atau bukan? Beberapa hari yang lalu, tepatnya Selasa 27 Juli 2004, National Fatwa Council (NFC), sebuah lembaga muslim tertinggi di Malaysia mengeluarkan fatwa yang melarang kaum muslim Malaysia mengikuti beragam perlombaan yang menawarkan hadiah melalui layanan pesan singkat (Short Message System atau SMS).
NFC menilai bahwa pengiriman jawaban sebuah pertanyaan dengan tujuan mendapatkan hadiah melalui SMS (atau telpon) mengandung unsur-unsur judi dan mengeksploitasi nafsu konsumerisme. (Republika, 29/7). Ketua lembaga ini, Ismail Ibrahim, mengatakan perebutan hadiah melalui SMS sarat dengan elemen-elemen seperti keberuntungan, taruhan, perkiraan, dan penipuan. Ia mengatakan, bahwa keputusan ini diambil setelah dewan menggelar sejumlah forum konsultasi dengan para ulama di seluruh negara bagian Malaysia, pakar teknologi informasi, dan konsumen. Semua ulama yang hadir dengan mutlak menyetujui fatwa ini. Maka, Ibrahim meminta semua muslim Malaysia mematuhi fatwa ini karena pelanggarnya akan diproses di pengadilan syariah. Bagaimana dengan Indonesia yang berpenduduk mayoritas mutlak umat Islam itu? Di sini, jangankan soal SMS berhadiah semacam itu,koruptor kelas kakap pun bisa bebas berlenggang kangkung.
Bagaimana pandangan syariah soal ini. Dalam Al-Qur'an sudah sangat jelas hukumnya terhadap perjudian (al-maisir) atau mengundi nasib (al-azlam) seperti dalam QS. Al-Maidah/5:3. Adapun unsur-unsur perbuatan yang bisa dikategorikan perjudian sekurang-kurangnya ada lima:
1) Al-Gharar (penipuan) yaitu permainan tersebut dimaksudkan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya oleh produsen dengan cara menipu konsumen. Namun untuk menutupi penipuan tersebut dibuatlah semacam kompensasi seperti hadiah atau bonus.
2) Merugikan orang lain yaitu akibat dari penipuan tadi adalah kerugian
akan diderita oleh konsumen.
3) Mengundi nasib, yaitu konsumen akan berharap-harap cemas memperoleh hadiah besar dengan cara mudah. 4) Membuat angan-angan kosong yaitu konsumen dengan sendirinya akan berfantasi-ria mengharap dapat hadiah seperti mobil, motor, barang elektronika lainnya hanya dengan modal sangat kecil.
5) Malas bekerja yaitu akhirnya permainan itu membuat masyarakat enggan bekerja keras, karena untuk mendapatkan
hadiah tersebut cukup menunggu pengumuman.
Kelima unsur ini memang harus dibuktikan terhadap sebuah permainan yang akan dijadikan ajang perjudian. Namun yang perlu diingat, sebaik apa pun permainan yang dibuat, maka bagi para penjudi tetap saja akan dijadikan sarana perjudian, termasuk pemilihan presiden putaran kedua nanti. Jadi, memang yang harus dilarang adalah para pelaku perjudian tersebut, bukan permainannya. Walaupun menurut Nabi saw, termasuk kesempurnaan iman seseorang itu adalah meninggalkan perkara-perakara yang sia-sia. Seperti main catur yang membuang banyak waktu, karena lebih baik dzikir. Atau duduk-duduk di pinggir jalan, karena sebaiknya iktikaf di masjid, dan sebagainya. Jadi, kalau Malaysia saja bisa, kenapa kita tidak? []
Wallahu a'lam.
0 komentar:
Posting Komentar