Di dalam pendidikan kerap diketahui bahwasanya hadiah dan hukuman itu berjalan seiring waktu anak itu mengenyam pendidikan dimana dia berada, di situ pasti dia menemui yang namanya hukuman dan juga hadiah, baik di lingkungan, di sekolah, maupun di rumah. Dan itu tidak hanya di dalam dunia tetapi manusia juga akan menghadapi itu semua di akhir zaman. Hukuman dan juga hadiah di dalam pendidikan bisa menjadi bencana atau juga mala petaka. Dan itu semua bisa ditanggulangi sehingga mala petaka tersebut menjadi suatu berkah atau manfa’at bagi yang terdidik. Bagai manakah suatu hukuman dan juga pemberian hadiah itu dapat berjalan sebagai mana kita harapkan? Dan bagai mana hukuman serta hadiah menurut pandangan pendidikan Islam? Dengan alasan tersebut, maka penulis ingin mengulas tentang permasalahan tersebut didalam pembahasan dibawah ini.
Pembahasan
Dan pertama kali yang akan penulis paparkan adalah tentang di finisi hukuman dan juga hadiah menurut pendidikan islam. Didalam bahasa inggris hukuman adalah” Reward” sedangkan dalam konteks bahasa Arab adalah “al-targhib” yang artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.
Sementara punishment atau al-tarhib diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.
Setelah pembaca mengetahui arti epistimologi dari kata hukuman dan juga hadiah, maka pembahasan yang akan di bahas penulis adalah pembahasan tentang cara yang baik dalam memberikan hadiah dan hukuman terhadap anak didik. Dan yang pertama kali penulis bahas adalah pemberian hukuman terhadap anak didik yang benar adalah memberikan hukuman sesuai dengan kadar kesalahannya, dan tujuan dari hukuman tersebut adalah agar anak didik tersebut tidak mengulangi lagi kesalahan yang telah diperbuatnya. “Hikmah dari pendidikan melalui hukuman ini diantaranya adalah untuk melatih disiplin dan mengenalkan anak pada konsep balasan setiap amal perbuatan”.
Sehingga apabila anak didik tersebut sudah terbiasa dengan rasa tanggung jawab tersebut maka dia dengan mudah akan menaati setiap peraturan yang di hadapi di dunia ini, baik peraturan yang sifatnya syar’i maupun yang sifatnya tidak syar’i. Sebagaimana Hadist dari Abu Daud dan Al-Hakim yang meriwayatkan dari Amr bin Syua’ib dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Rasulullah bersabda:
Pembahasan
Dan pertama kali yang akan penulis paparkan adalah tentang di finisi hukuman dan juga hadiah menurut pendidikan islam. Didalam bahasa inggris hukuman adalah” Reward” sedangkan dalam konteks bahasa Arab adalah “al-targhib” yang artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.
Sementara punishment atau al-tarhib diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.
Setelah pembaca mengetahui arti epistimologi dari kata hukuman dan juga hadiah, maka pembahasan yang akan di bahas penulis adalah pembahasan tentang cara yang baik dalam memberikan hadiah dan hukuman terhadap anak didik. Dan yang pertama kali penulis bahas adalah pemberian hukuman terhadap anak didik yang benar adalah memberikan hukuman sesuai dengan kadar kesalahannya, dan tujuan dari hukuman tersebut adalah agar anak didik tersebut tidak mengulangi lagi kesalahan yang telah diperbuatnya. “Hikmah dari pendidikan melalui hukuman ini diantaranya adalah untuk melatih disiplin dan mengenalkan anak pada konsep balasan setiap amal perbuatan”.
Sehingga apabila anak didik tersebut sudah terbiasa dengan rasa tanggung jawab tersebut maka dia dengan mudah akan menaati setiap peraturan yang di hadapi di dunia ini, baik peraturan yang sifatnya syar’i maupun yang sifatnya tidak syar’i. Sebagaimana Hadist dari Abu Daud dan Al-Hakim yang meriwayatkan dari Amr bin Syua’ib dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Rasulullah bersabda:
مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِاالصَّلاَةِ وَهُمْ اَبْنَاءِ سَبْعِ سِنِيْنَ, وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ اَبْنَاءُ عَشْرٍ, وَفَرِقُوْا بَيْنَهُمْ فِى المَضَاجِعِ
"Yang artinya: suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sejak mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika melalaikannya, ketika mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkan mereka dari tempat tidurnya."
Dengan hadist diatas bahwasannya seorang bapak atau pendidik anak boleh memberikan hukuman kepada anak didiknya apabila anak tidak melaksanakan shalat, tetapi di sana ada salah satu perintah sebelum menghukumnya yaitu dengan menyuruhnya untuk melaksanakan shalat semenjak umur tujuh tahun. Dan menghukumnya ketika umur sepuluh tahun. Dengan demikian kita dapat mengambil kesimpulan bahwasanya Rasulullah menyuruh kita berbuat demikian itu juga ada batasannya dan juga sesuai umur seorang anak. Jadi tidak semaunya sendiri, karena seorang anak adalah sebuah titipan dari Allah, dan kesalahan orang tua didalam mendidik menyebabkan sesuatu hal yang fatal di kehidupan masa depan anak tersebut.
Menurut ahli didik Muslim berpendapat bahwa hukuman tidak boleh berupa siksaan, baik badan maupun jiwa. Bila keadaan amat memerlukan hukuman, maka hukuman tersebut di gunakan secara hati-hati (Fahmi, 1979:135). Jadi hukuman itu bisa diubah dengan cara muka masam, tanpa melibatkan hukuman fisik.
Dan hukuman fisik digunakan apabila terpaksa, sesuai dengan kadar kesalahannya dan tidak boleh berlebih-lebihan, dan yang perlu diketahui adalah hukuman itu sebagai pembawa seorang anak kedalam pendidikan, dengan menggunakan hukuman maka anak mengetahi dan sadar bahwasannya apa yang dikerjakannya itu salah. Dan juga jangan sampai sebuah hukuman itu meninggalkan bekas atau dendam terhadap anak. Pada pembahasan selanjutnya penulis akan memaparkan di dalam makalahnya ini tentang bagaimana cara yang baik di dalam memberikan hukuman.
Di dalam memberi suatu imbalan atau hadiah tidak hanya berupa barang, tetapi juga bisa berupa sikap maupun perhatian pendidik kepada anaknya. Sebagaimana di dalam hadist Al-Bukhori Al-Adabu ‘l-Mufrid diriwayatkan:
Dengan hadist diatas bahwasannya seorang bapak atau pendidik anak boleh memberikan hukuman kepada anak didiknya apabila anak tidak melaksanakan shalat, tetapi di sana ada salah satu perintah sebelum menghukumnya yaitu dengan menyuruhnya untuk melaksanakan shalat semenjak umur tujuh tahun. Dan menghukumnya ketika umur sepuluh tahun. Dengan demikian kita dapat mengambil kesimpulan bahwasanya Rasulullah menyuruh kita berbuat demikian itu juga ada batasannya dan juga sesuai umur seorang anak. Jadi tidak semaunya sendiri, karena seorang anak adalah sebuah titipan dari Allah, dan kesalahan orang tua didalam mendidik menyebabkan sesuatu hal yang fatal di kehidupan masa depan anak tersebut.
Menurut ahli didik Muslim berpendapat bahwa hukuman tidak boleh berupa siksaan, baik badan maupun jiwa. Bila keadaan amat memerlukan hukuman, maka hukuman tersebut di gunakan secara hati-hati (Fahmi, 1979:135). Jadi hukuman itu bisa diubah dengan cara muka masam, tanpa melibatkan hukuman fisik.
Dan hukuman fisik digunakan apabila terpaksa, sesuai dengan kadar kesalahannya dan tidak boleh berlebih-lebihan, dan yang perlu diketahui adalah hukuman itu sebagai pembawa seorang anak kedalam pendidikan, dengan menggunakan hukuman maka anak mengetahi dan sadar bahwasannya apa yang dikerjakannya itu salah. Dan juga jangan sampai sebuah hukuman itu meninggalkan bekas atau dendam terhadap anak. Pada pembahasan selanjutnya penulis akan memaparkan di dalam makalahnya ini tentang bagaimana cara yang baik di dalam memberikan hukuman.
Di dalam memberi suatu imbalan atau hadiah tidak hanya berupa barang, tetapi juga bisa berupa sikap maupun perhatian pendidik kepada anaknya. Sebagaimana di dalam hadist Al-Bukhori Al-Adabu ‘l-Mufrid diriwayatkan:
عَلَيْكَ بِالبِرِّفْقِ وَإِيَاكَ وَالعُنْفَ وَالفُحْشَ
“Hendaknya kamu bersikap lemah-lembut, kasih sayang, dan hindarilah sikap keras dan keji”
Di dalam hadist ini penulis mengambil kesimpulan bahwasannya di dalam memberikan imbalan tidak harus berupa materi tetapi sikap yang baik itulah yang akan lebih abadi, karena kalau berupa materi maka itu sifatnya hanya sementara. Dan didalam hadist di atas penulis juga dapat menyambung dalam pemberian hadiah atau imbalan juga dapat berupa motivasi, sehingga anak bisa lebih dapat bersemangat didalam meningkatkan prestasi tersebut. Tetapi pada akhir-akhir ini para pendidik lebih dominan dalam pemberian hadiah itu yang berupa barang atau materi dari pada yang berupa sikap ataupun motivasi serta pujian.
Para pendidik itu lebih memilih materi karena mereka menganggap bahwasannya barang lebih berharga atau mulia dari pada ucapan atau sikap. Tetapi penulis menyimpulkan seandainya barang tersebut hilang maka apakah masih ada kenagan atau pengaruh terhadap anak didik? Tetapi apabila motivasi itu, lebih teringat oleh anak didik, karena seorang anak itu sendiri secara tidak langsung di bawa ke alam bawah sadar mereka.
Adapun cara pemberian hadiah sebagai berikut:
1. Didalam memberikan hadiah itu jangan berlebihan.
2. Memberi hadiah juga harus sesuai dengan kebutuhan anak didik.
3. Di dalam pemberian hadiah harus sesuai dengan apa yang anak didik lakukan.
4. Di dalamnya harus ada unsur pendidikan
Adapun pengertian didalam keterangan di atas adalah sebagaiamana penulis bahas di bawah ini:
a. Yang di maksud dengan keterangan memberikan hadiah jangan berlebihan
Adalah sebagaimana berikut, sebagai pendidik harus mengetahui kadar hadiah yang harus diberikan kepada anak didik. Larangan ini dikarenakan apabila pendidik memberikan sesuatu hadiah yang lebih maka dapat membuat seorang anak didik menjadi sombong, dan apabila sudah berlebihan maka tuntutan anak kepada pendidik akan lebih besar, sehingga anak didik tidak mau bekerja, atau beraktifitas tanpa ada imbalannya.
b. Didalam memberikan hadiah harus sesuai dengan kebutuhan anak,
Apabila tidak sesuai maka hadiah itu tidak dapat dipakai oleh anak. Misalnya seorang anak yang baru lulus SD ketika itu langsung di berikan hadiah atas kelulusannya dengan membelikannya Motor, padahal sekolah dengan rumahnya dekat, maka apakah motor itu bermanfa’at untuk sekolah dia? Jadinya motor itu dipakai hanya buat main-main.
c. Didalam memberikan hadiah sesuai dengan apa yang anak didik kerjakan,
Hal ini dimaksud agar supaya anak didik mengerti atas segala jerih payah yang dia lakukan menghasilkan ini semua. Selain itu apabila tidak sesuai itu juga dapat menyebabkan anak didik tersebut minder, bahwasannya teman-temannya diberi sedemikian rupa, tetapi dia hanya di berikan yang begitu-begitu saja.
d. Didalam pemberian hadiah harus ada unsur pendidikannya,
Karena pemberian hadiah itu juga salah satu penyalur sarana pendidikan. Jadi semua barang atau materi maupun motivasi juga harus menjalur kepada pendidikan. Dan jangan sampai melenceng dari jalur yang sifatnya pendidikan.
Maka dengan keterangan di atas penulis mengungkapkan bahwasanya sebagai pendidik harus mengenali apa itu hukuman dan juga apa itu imbalan sebelum melangkah terlebih dahulu didalam memberikan hukuman dan juga imbalan kepada anak didik. Karena itu semua bisa jadi malapetaka bagi pendidik apabila tidak sesuai dengan metode dalam penerapan terhadap anak.
Tetapi menurut Herbert Spencer bahwasannya hukuman dan juga hadiah atau imbalan tidak sesuai dengan pendidikan, karena itu semua mempunyai pengaruh yang negative terhadap perkembangan seorang anak, terutama sekali apabila ditinjau dari sudut pengertian demokrasi yang sudah meluas ini. Karena menurut dia hukuman dan juga hadiah menyebabkan si anak hanya akan melakukan reaksi jika mendapatkan imbalan saja.”
Karena menurut si anak itu sudah termasuk haknya, sehingga si anak tersebut hanya mau melakukan sesuatu apabila ada imbalannya saja. Dan sebaliknya apabila si anak tersebut di hukum, maka si anak tersebut beranggapan bahwa ia merasa berhak menghukum orang-orang dewasa. Itu semua pernyataan Herbert Spencer. Tetapi semua itu pasti ada dampak positif dan negative. Dan itu semua ketergantungan para pembaca di dalam menyikapi suatu hal tersebut.
Kesimpulan:
Setelah penulis membahas konsep tentang pemberian hadiah dan hukum berdasarkan perspektif islam, maka penulis dapat menyimpulkan bahwasanya pendidik itu juga harus mengenal yang namanya pemberian hukuman dan juga hadiah. Agar seorang pendidik tersebut tidak salah didalam melaksanakan pendidikannya. Hukuman dan hadiah itu harus pendidik kenalkan semenjak dini hari terhadap anak didik, agar supaya anak didik tersebut merasa bersalah apabila dia melaksanakan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma-norma agama. Dan dengan adanya hadiah anak didik juga dapat termotivasi di dalam melaksanakan segala perbuatan baiknya.
Referensi:
Di dalam hadist ini penulis mengambil kesimpulan bahwasannya di dalam memberikan imbalan tidak harus berupa materi tetapi sikap yang baik itulah yang akan lebih abadi, karena kalau berupa materi maka itu sifatnya hanya sementara. Dan didalam hadist di atas penulis juga dapat menyambung dalam pemberian hadiah atau imbalan juga dapat berupa motivasi, sehingga anak bisa lebih dapat bersemangat didalam meningkatkan prestasi tersebut. Tetapi pada akhir-akhir ini para pendidik lebih dominan dalam pemberian hadiah itu yang berupa barang atau materi dari pada yang berupa sikap ataupun motivasi serta pujian.
Para pendidik itu lebih memilih materi karena mereka menganggap bahwasannya barang lebih berharga atau mulia dari pada ucapan atau sikap. Tetapi penulis menyimpulkan seandainya barang tersebut hilang maka apakah masih ada kenagan atau pengaruh terhadap anak didik? Tetapi apabila motivasi itu, lebih teringat oleh anak didik, karena seorang anak itu sendiri secara tidak langsung di bawa ke alam bawah sadar mereka.
Adapun cara pemberian hadiah sebagai berikut:
1. Didalam memberikan hadiah itu jangan berlebihan.
2. Memberi hadiah juga harus sesuai dengan kebutuhan anak didik.
3. Di dalam pemberian hadiah harus sesuai dengan apa yang anak didik lakukan.
4. Di dalamnya harus ada unsur pendidikan
Adapun pengertian didalam keterangan di atas adalah sebagaiamana penulis bahas di bawah ini:
a. Yang di maksud dengan keterangan memberikan hadiah jangan berlebihan
Adalah sebagaimana berikut, sebagai pendidik harus mengetahui kadar hadiah yang harus diberikan kepada anak didik. Larangan ini dikarenakan apabila pendidik memberikan sesuatu hadiah yang lebih maka dapat membuat seorang anak didik menjadi sombong, dan apabila sudah berlebihan maka tuntutan anak kepada pendidik akan lebih besar, sehingga anak didik tidak mau bekerja, atau beraktifitas tanpa ada imbalannya.
b. Didalam memberikan hadiah harus sesuai dengan kebutuhan anak,
Apabila tidak sesuai maka hadiah itu tidak dapat dipakai oleh anak. Misalnya seorang anak yang baru lulus SD ketika itu langsung di berikan hadiah atas kelulusannya dengan membelikannya Motor, padahal sekolah dengan rumahnya dekat, maka apakah motor itu bermanfa’at untuk sekolah dia? Jadinya motor itu dipakai hanya buat main-main.
c. Didalam memberikan hadiah sesuai dengan apa yang anak didik kerjakan,
Hal ini dimaksud agar supaya anak didik mengerti atas segala jerih payah yang dia lakukan menghasilkan ini semua. Selain itu apabila tidak sesuai itu juga dapat menyebabkan anak didik tersebut minder, bahwasannya teman-temannya diberi sedemikian rupa, tetapi dia hanya di berikan yang begitu-begitu saja.
d. Didalam pemberian hadiah harus ada unsur pendidikannya,
Karena pemberian hadiah itu juga salah satu penyalur sarana pendidikan. Jadi semua barang atau materi maupun motivasi juga harus menjalur kepada pendidikan. Dan jangan sampai melenceng dari jalur yang sifatnya pendidikan.
Maka dengan keterangan di atas penulis mengungkapkan bahwasanya sebagai pendidik harus mengenali apa itu hukuman dan juga apa itu imbalan sebelum melangkah terlebih dahulu didalam memberikan hukuman dan juga imbalan kepada anak didik. Karena itu semua bisa jadi malapetaka bagi pendidik apabila tidak sesuai dengan metode dalam penerapan terhadap anak.
Tetapi menurut Herbert Spencer bahwasannya hukuman dan juga hadiah atau imbalan tidak sesuai dengan pendidikan, karena itu semua mempunyai pengaruh yang negative terhadap perkembangan seorang anak, terutama sekali apabila ditinjau dari sudut pengertian demokrasi yang sudah meluas ini. Karena menurut dia hukuman dan juga hadiah menyebabkan si anak hanya akan melakukan reaksi jika mendapatkan imbalan saja.”
Karena menurut si anak itu sudah termasuk haknya, sehingga si anak tersebut hanya mau melakukan sesuatu apabila ada imbalannya saja. Dan sebaliknya apabila si anak tersebut di hukum, maka si anak tersebut beranggapan bahwa ia merasa berhak menghukum orang-orang dewasa. Itu semua pernyataan Herbert Spencer. Tetapi semua itu pasti ada dampak positif dan negative. Dan itu semua ketergantungan para pembaca di dalam menyikapi suatu hal tersebut.
Kesimpulan:
Setelah penulis membahas konsep tentang pemberian hadiah dan hukum berdasarkan perspektif islam, maka penulis dapat menyimpulkan bahwasanya pendidik itu juga harus mengenal yang namanya pemberian hukuman dan juga hadiah. Agar seorang pendidik tersebut tidak salah didalam melaksanakan pendidikannya. Hukuman dan hadiah itu harus pendidik kenalkan semenjak dini hari terhadap anak didik, agar supaya anak didik tersebut merasa bersalah apabila dia melaksanakan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma-norma agama. Dan dengan adanya hadiah anak didik juga dapat termotivasi di dalam melaksanakan segala perbuatan baiknya.
Referensi:
- http://www.padangekspres.co.id/content/view/8596/87/
- http://m2akafabillah.blogspot.com/2009/01/artikel-tentang-pendidikan-islam.html
- Ulwan Nashih Abdullah, Dr, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam Jilid Dua, Asy-Syfa’, Semarang, 1993
- Dreikurs Rudolf, Cassel Pearl, Disiplin Tanpa Hukuman, Remadja Karya, Bandung, 1986.
- Ahmad Tafsir, Dr, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001
0 komentar:
Posting Komentar