*Mahasiwa
Darussalam Universitas*
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang pasti mengadakan hubungan
atau interaksi dengan orang lain. Interaksi tersebut dapat berupa interaksi
yang berlansung dalam bidang social ekonomi, poplitik, pendidikan dan
sebagainya. Salah satu dari interaksi tersebut berupa interaksi edukatif yang
berarti interaksi yang berlangsung dalam ikatan Tujuan pendidikan[1].
Guru merupakan wakil orang tua siswa disekolah oleh Karenanya guru
yang berstatus sebagai orang tua wajib mengusahakan agar hubungan atau
interaksi antar mereka dengan siswa dapat serasi,[2]
seperti yang terjadi di dalam rumah tangga. Akan tetapi banyak guru tidak sadar
mengetahuinya ketika bagaimana harus bertindak apabila ada siswanya datang kesekolahannya
membawa masalah atau membawa perasaan kusut.
Beberapa orang guru bersikap “tidak mau tahu” dengan urusan siswa.
mereka ini merasa bahwa mereka bukan pembimbing sehingga tidak dapat melakukannya,
atau bahkan menyatakan bahwa problema yang ada pada siswa bukan menjadi
tanggung jawabnya, tetapi pembimbing. Atau mereka akan berpendapat bahwa
problema yang ada pada siswa harus disisihkan dari kehidupan sekolah. Karena
tugasnya hanya mencerdaskan siswa. Tidak sedikit guru yang berpendapat seperti
itu bahwa siswanya seperti majikan berpikir tentang pekerja pabriknya, yaitu
bahwa apabila mereka mempunyai masalah, hendaknya ditinggalkan saja dirumah
dengan demikian berpikir seperti itu maka mereka bersikap tidak peduli terhadap
masalah yang dimiliki siswanya .
Sikap ini tidak pantas lagi diberi tugas sebagai pendidik
propesional karena masalah siswa secara serius akan mempengaruhi proses belajar[3]
yang mereka alami di sekolah karena disekolah produksi siswa dipengaruhi oleh
kerja otak yang erat kaitanya dengan perasaan yang bermasalah berbeda dengan
pabrik produksi dipengaruhi oleh kerja mesin pabrik oleh karena itu dalam
keadaan emosi[4] yang terganggu seperti ini maka upaya dari
guru betapapun kerasnya akan tidak banyak manfaatnya bagi muridnya. padahal
selama proses mengajar-belajar berlangsung. terjadilah interaksi antara guru
dan siswa.[5]
Kenapa guru tidak berhasil membantu siswa? Pertama :
pengenalan dan pemahaman guru terhadap masalah sisa kurang mendalam dan kesedua
guru kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memecahkan masalahnya.
Thomas Gordon mengemukakan bahwa kunci paling penting untuk
menjalin hubungan pengajaran antar guru dengan siswa adalah kemampuan
berkomunikasi secara efektif. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Gordon menunjukan
bahwa campur tangan guru terhadap pemecahan masalah yang dialami siswa akan
lebih berharga dibandingkan dengan cara-cara canggih apapun yang dilakukan oleh
bukan mausia. Didalam kegiatan Teacher Effective Training (T.E.T) yang terkenal
dan ditangani oleh Gordon, telah diidentifikasikan berbagai kejadian yang
dijumpai oleh guru didalam kehidupan
sekolah. sayang hanya sedikit saja guru yang berhasil menyelesaikan kasus siswa
dengan baik disebabkan karena pengetahuan dan keterampilan bimbimgan mereka yang
kurang memadai.
Adapun menurutnya untuk mengatasi perilaku sisa yang tidak diterima
oleh guru dapat dikelompokan menjadi dua belas kategori
1.
Meminta,
Menyuruh, Mengarahkan
Misalnya : jangan mengeluh saja!
Mulailah bekerja seperti teman lain!
2.
Mengingatkan
, Mengancam
Misalnya : sebaiknya anda membuat dengan
cara lain jika anda ingin mendapat nilai baik
3.
Memberikan
Khotbah, Menasehati, Menyarankan,
Misalnya :“
anda seyogyanya melupakan masalah anda. tinggalkan masalah anda dirumah karena
disekolah ini tugas anda mencari ilmu
4.
Memberi
Nasehat, Menawarkan atau Menyarankan Alternative
Misalnya :“ cara
yang baik untuk anda adalah menyelesaikan soal-soal bagian pertama dulu, baru
kemudian berpindah kebagian dua”
5.
Mengajar
memberi kuliah, memberikan argumentasi logis
Misalnya :“ mari coba kita lihat sisa
waktu yang ada. Waktu yang tersedia untuk belajar bagi anda tinggal dua bulan
lagi. Seyogyanya anda menyusun jadwal dengan cermat agar tidak ada waktu anda
yang tidak terpakai.
6.
Mempertimbangkan,
Mengkritik, Tidak Menyetujui, Menyalahkan
Misalnya : kamu memang malas, terlalu
menganggap ringan masalah ini”
7.
Memberi
Label, Mengatai-Ngatai Mengklisekan
Misalnya :” kamu bergaya seperti
anak kelas VI saja
8.
Menginterpretasikan,
Menganalisa, Mendiagnosis
Misalnya :“ kamu agaknya berusaha
menghindari tugas ini “
9.
Memuji,
Menyetujui Memberikan Penilaian Positif.
Misalnya “ anda
sebenarnya mempuyai bakat. Saya yakin anda pasti dapat melakukannya, asal anda
berusaaha dengan serius.
10.
Menyakinkan,
Manruh Simpati, Memberikan Dukungan .
Misalnya :“bukan
hanya anda sendiri yang mendapat cobaan seperti ini saya pun akan merasa
demikian kalau mendapat cobaan yang sama.
11.
Mengajukan
Pertayaan, Memberikan Pancingan, Mencoba Menelusuri, Menguji Kembali
Misalnya :”
benarkah bahwa anda menganggap soal ini sukar?” ,”berapa lamakah anda
menyelesaikan tugas ini?”, “ Menggpaa anda masih juga bertahan menunggu dia ?”
12.
Menarik
Diri, Mengalihkan Perhatian, Mengasyikan , Memberikan Humor.
Misalnya :”mari
kita membahas bagian yang menarik ini saja !” nah , sekarang sudah tiba waktunya
kita kembali ke masalah kita semula !” rasanya saya melihat sesuatu yang agak
kurang beres ya. Mari coba kita lihat
bersama dimana letak kesalahan kita.
Pengajaran yang berkualitas adalah pengajaran yang menghasilkan
dampak positif yakni terkuasainya pengetahuan. Menurut teori Gilbert dan Levinson
menyebutkan bahwa hubungan antara guru dengan siswa dibedakan 2 tipe :
1.
Bentuk hubungan kastodial (menjaga)
Pendekatan ini
siswa dipandang selalu dalam keadaan tidak disiplin dan tidak bertanggung
jawab. Dengan demikian tugas guru adalah mengamati atau mengontrol sisw dan
siap dengan sanksi-sanksi serta hukuman
2.
Bentuk humanistic (secara manusiawi )
Dimana siswa
belajar melalui interaksi dan pengalaman. Dengan demikian siswa terlibat dalam
kegiatan head to head antar staff pengajar di dalam kelas demi membantu siswa membentuk dan
mengembangkan disiplin pribadi bukan mendisiplinkan mereka.
Penutup
Guru merupakan
spiritual father bagi siswanya. Hal ini disebabkan guru memberikan bimbingan
jiwa siswanya dengan ilmu, mendidik dan meluruskan akhlaknya. Menghormati guru
berarti penghormatan terhadap anak-anak kita, menghargai guru berarti
penghargaan terhadap anak-anak kita. Dengan guru itulah mereka hidup dan
berkembang. Bahkan Abu Dardaa melukiskan hubungan guru dan murid itu sebagai
pertemanan dalam kebaikan dan tanpa keduanya maka tidak ada kebaikan.
[1][1]
Abu Ahmadi Dan Joko Tri Prasetya.” SBM, Strategi Belajar Mengajar Untuk
Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK”. Cet 2 (Bandung: Cv Pustaka Setia. 2005).
Hal.118
[2]
Seorang ahli didik Amerika pernah mengatakan bahwa perubahan yang terbesar yang
terjadi dalam seperempat abad akhir-akhir ini ialah perubahan dalam hubungan
antara guru dengan murid, yakni dari hubungan sebagai antara atasan dan bawahan
menjadi hubungan persahaban dimana guru
menghormati pribadi anak. Dapat dilihat di Prof. Dr. S. Nasution. M.A .”Didaktik
Asas-Asas Mengajar”. Cet.5.(Bandung: Pt Jemmars. 1986). Hal. 25
[3]
Proses belajar mengajar antara guru dengan siswa sangat berpengaruh karena
didalam relasi guru dengan siswa yang baik, siswa akan menyukai gurunya, dan
proses belajar – mengajar akan lancer dan siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya.
Lihat dibuku Slameto.” Belajar Dan Factor-Faktor Yang Mempengaruhinya”.
Cet 4 (Jakarta: PT Asdi Mahasatya. 2003). Hal. 66
[4]
Keadaan anak tidak begitu stabil emosinya, sehingga dapat mengganggu
belajarnya. Misalnya ada masalah yang kecil saja dapat timbul emosi yang
mendalam, sampai menimbulkan gejala-gejala negative tak sadarkan diri, kejang,
dan sebagainya. Dalam keadaan emosi yang mendalam ini tentu belajarnya
mengalami hambatan-hambatan. Anak-anak semacam ini membutuhkan situasi yang
cukup tenang dan penuh pengertian agar belajarnya dapat lancar. Lihat dibuku
Drs. H. Abu Ahmadi.” Teknik Belajar Yang Efektif”. Cet 1 (Semarang :
Pt.Rineka Cipta. 1990). Hal. 96
[5]
W.S Winkel.” Psikologi Pengajaran.” Cet 4 (Jakarta: Pt Gramedia. 1991).
Hal. 132
0 komentar:
Posting Komentar