Pendahuluan
Indonesia dapat di promosikan menjadi laboratorium hidup pendidikan yang inklusif. Hal ini di latarbelakangi oleh keragaman budaya, bahasa, agama, dan kondisi alam yag terfragementasi secara geologis dan geografis. Indonesia adalah laboratorium terbesar dan paling menarik untuk menghadapi permasalahan dan tantanan pendidikan inklusif, karena inilah Negara kepulauan yang terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 buah. Pendidikan inklusif bukan hanya di tujukan untuk anak-anak cacat atau ketunaan, melainkan juga bagi anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS, anak-anak yang berada di lapisan strata social ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil,serta anak-anak korban bencana alam. Anak-anak ini semua membutuhkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Anak-anak tersebut dalam padigma pendidikan inklusif disebut “anak berkebutuhan khusus (ABK). ABK ini ada dua kelompokstrata yaitu: ABK temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang temasuk katagori ABK temporer meliputi: anak-anak yang berada di lapian strata sosoial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal). Anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pu lau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AID. Sedang yang termasuk katagori ABK permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarugu, tunagrahita, tunadaks, tunalaras, autis, ADHD (attention Deficiency Disorders), anak berkesulitan belajar, anak berbakat dan cerdas (gifted), dan lain-lain.
Untuk menanganai ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif di Indonesia, tentu memerlukan strategi khusus. Dalam hal ini, ada empat strategi pokok yang diterapkan pemerintah, yaitu: peraturan perundang-uanang menyatakan dangan jaminan kepada setiap warga Negara Indonesia (termasuk ABK temorer dan permanen). Untuk memperoleh pelayanan pendidikan, memasukkan aspek fleksibilitas dan aksesibilitas ke dalam pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Selain itu, menerapkan pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan mengoptimalkan peranan guru.
A. Aspek-aspek penting dalam pendidikan kinklusif
Sebelum membahas aspek-aspek penting dalam pendidikan inklusif, telebih dahulu penulis perlu memberikan gambaran tentang konsep dasar ABK yang di bahas dalam makalah ini. Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah mereka yang mempunyai kebutunan, baik permanen maupun sementar, yang di sebabkan oleh kondisi social,emosi, ekonomi, dan politik, kelainan bawaan maupun yang di dapat. Dengan kata lain kita tidak hanya membicarakan kelompok minoritas yang di sebabkan oleh kelainan saja, tetapi mencakup sejumlah besar anak yang sekolah. Oleh karenanya, sekolah hendaknya mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, social, emosi, bahasa, ataupun kondisi-kondisi lainnya. Sekolah harus mencari cara agar berhasil mencari cara agar berhasi mendidik semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan pendidikan khusus. Mengubah sekolah atau kelas tradisional menjadi inklusif, ramah terhadap pembelajaran merupakan suatu proses dan buakn suatu kejadian tiba-tiba. Proses ini tidak akan terjadi dalam sehari, Karen pendidikan memerlukan waktu yang panjang.
Aspek-aspek penting yang harus di perhatikan dalam menyelenggarakan sekolah yang inklusif.
1. Guru perlu mengetahui bagaimana cara mengajar anak dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam.
2. Semua anak memiliki hak untuk belajar, tanpa memandang perbedaan fisik, intelektual, social, emosi, bahasa dll.
3. Guru menghargai semua anak di kelas, guru berdialong dengan sisiwanya, guru mendorong terjadinya interaksi di antrara anak-anak dll.
4. Setiap orang berbagi visi yang sama tentang bagaiman anak harus belajar, bekerja dan bermain bersama.
5. Lingkungan pembelajaran yang inklusif, mengajarkan kecakapan hidup dan gaya hidup yang sehat.
Menurut laporan UNESCO tahun 2003, ketika pendidikan inklusif di teterapkan, penelitian terkini meunjukkan adanya peningkatan prestasi dan kemajuan pada semua anak.
Adapun manfaan lingkungan pembelajaran yang inklusif adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi anak: yaitu adanya kepercayaan diri untuk berkembang, bangga terhadap diri sendir atas prestasi yang di perlolehnya, belajar secara mandiri, belajar memahami dan mengaplikasikan pelajaran di sekolah dalam kehidupan sehari-hari, berinteraksi secara aktif bersama guru dan teman-teman dan belajar beradaptasi denan segala perbedaan.
2. Manfaat bagi orang tua: yaitu orang tua dapat belajar banyak tentang bagaimana anaknya dididik. Meraka secara pribada terlibat dan merasa lebih penting untuk membatu anak belajar.orang tua merasa di hargai dan menganggap dirinya sebagai mitra setara dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas untuk anak. Orang tua juga dapat belajar bagaimana membimbing anaknya di rumah dengan baik yaitu dengan cara menerapkan teknik yang di gunakan oleh guru di sekolah.
3. Manfaat bagi guru: yaitu mendapatkan kesempatan belajar cara mengajar yang baru dalam melakukan pembelajaran bagi peserta didik yang memiliki latar belakang dan kondisi yang beragam, mampu mengembangkan sikap positif terhadap anggota msyarakat,anak dan situasi yang beragam. Memiliki peluang untuk menggali gagasan baru dan mendorong peserta didik bisa lebih proaktif,kreatif dan krisis.
4. Manfaat bagi masyarakat: yaitu masyarakat akan lebih merasa bangga ketika anak lebih banyak anak bersekolah dan mengikuti pembelajaran.masyarakat menemukan lebih banyak “calon pemimpin masa depan”yang di siapkan untuk berpatisipasi aktif dalam masyarakat.
B. Welcome to school untuk semua anak
Ketika kominitas sekolah, seperti guru dan anak-anak bekerja bersama-sama untuk meminimalikan hambatan yang di hadapi dalam belajar dan mempromosikan keikutsertaan dari seluruh anak di sekolah. Maka ini termasuk salah satu ciri dari sekolah yang ramah. Wecome to school ini telah di perkuat dalam salamance(salamance statement 1949) yang di tetapkan dalam konfrensi duni tentang pendidikan kebutuhan khusus tahun 1994 yang mengakui bahwa “pendidikan untuk semua”(education for All) sebagai suat institusi.hal ini bisa di maknai bahwa setiap anak dapat anak belajar (all children can learn). Setiap anak berbeda (all children different) dan perbedaan itu merupakan kekuatan. Dengan demikian kualitan proses belajar perlu di tingkatkan melalui kerja sama dengan sisiwa, guru, orang tua, dan masyarakat.
Seperti halnya kondisi nyata di sekolah, hampir setiap kelas senantiasa ada sebagian murid yang membutuhkan perhatian lebih.karna temasuk ABK seperti :hambatan penglihatan, pendengaran, fisik, mental kecerdasan atau emosi dan prilaku social dll. Sehingga mereka membutuhkan akses fisik dan modifikasi kurukulum serta mengadaptasikan metode pengajarannya agar semua murid dapat menyesuaikan secara efektif dalam semua kegiatan sekolah.
Di sekolah yang ramah (welcome to school) semua komunitas sekolah mengerti bahwa tujuan pendidikan adalah sama untuk semua yaitu semua murid mempunyai hak untuk merasa aman dan nyaman.
Persoalan kurikulum di sekolah yang ramah merupan tantangan terbesar bagti guru-guru dan sekolah-sekolah dalm mempertahankan keikutsertaan dan memaksimalkan dalam prestasi semua anak. Penyesuaian kurikulum bekanlah tentang penurunan standar persyaratan ataupun membuat latihan menjadi lebih mudah bagi murid-murid yang mempunyai keterbatasan atau berkebutuhan khusus. Tetapi adaptasi kurikulum ini untuk memnuhi keanekaragaman, membutuhkan perencanaan dan persiapan yang matang oleh guru-guru dan bekerja sama dengan murid-murid dan orang tua.
C. Program Dan Strategi Pembelajaran Untuk Semua Anak
Untuk merealisasikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan setiap anak dengan masing-masing kelompoknya di kelas, makanya kita sebaiknya menggunakan strategi pembelajaran yang mendasarkan pada keberagamana(differentiation) Kemampuan belajar mereka yang berbeda-beda. Strategi pembelajaran ini dapat di terapkan dengan efektif melalui perubahan atau penyesuaian antara kemampuan belajar mereka dengan harapan apa yang di berikan kepada anak-anak dari masing-masing kelompok yang beragam. Meskipun mereka belajar dalam satu kelas dengan tema dan mata pelajaran yang sama.misalnya harapan dan target belajar Matetatika untuk anak kelas III SD yang cepat belajarnya. (hight fuction learners) adalah memahami dan mampu menggunakan perkalian dalam social cerita dengan analisisnya pada tahapan berpikir abstrak.
Sedangkan anak-anak yang kemampuannya belajarnya rata-rata (average performers)mempelajari perkalian hanya ratusan pada tahapan semi konkrit, dan untuk anak yang lambat belajarnya (slow learners) mengenalai perkalian baru sampai puluhan dengan tahapan yang konkrit.sedangkan bagi anak yang autis mempelajari matematika sampai ratusan dengan lebih banyak memfokuskan pada keunggulan visual thinkingnya (pemahaman konsep melalui pengamatan melalui gambar, kode, lebel, symbol atau film dll.).
Demikian pula dalam alokasi waktu, penghargaan/hadiah,tugas tugas/pekerjaan dan bantuan yang di berikan juga di sesuaikan dengan tahapan pengembangan belajar dari masing-masing kelompok tersebut. Jadi proses layanan pembelajarannya bukan di dasarkan pada bentuk layanan sama rata, sama rasa dan di sampaikan secara klaksikal,tetapi di arahkan pada pembelajaran yang lebih demokratis proposional sesuai dengan harapan dan target belajar dari masing-masing anak kelompok tersebut, dan proses belajar anak-anak tersebut tidak di pisahkan berdasarkan kelompok atau di pisahkan dari komumitasnya, melainkan mereka belajar bersama-sama dengan tema sebayanya di dalam kelas regular.
Apabila program dan proses belajar anak didik di sesuaikan dengan keberagaman dari setiap kelompok tersebut,maka semua anak dalam kelas yang sama itu dapat mengikuti proses belajar sesuai dengan bidangnya masing-masing. Siswa yang belajarnya cepat tidak harus mendapatkan materi pelajaran dan alokasi waktu belajar yang sama dengan teman-teman sebaya pada umumnya (average group).atau sama dengan temannya yang lebih lambat belajarnya atau sama dengan temannya yang autis.
Sebelum mereka berpartisipasi dalam belajar secara penuh, anak-anak perlu meyakini bawa mereka bisa belajar. Untuk menumbuhkan keyakinan tersebut pada semua anak, maka mereka memerlukan reward(penghargaan atau hadiah).pemberian reward ini sangat di perlukan oleh semua anak untuk mengembangkan harga dirinya(self esteem) dan identitasnya. Khususnya buat anak-anak yang lambat belajarnya, dengan memperoleh hadiah atau penghargaan pada setiap langkah selama menyelsaikan pekerjaan dan proses belajarnya. Maka membuat mereka menjadi lebih percaya diri dalam mengerjakan tugas atau pekerjaannya.
Dengan kata lain anak anak harus di hargai apa adanya. Mereka harus merasa aman bisa mengepresikan pendapatnya dan suksesdalam belajarnya.ini membantu anak menikmat belajar dan guru bisa memperkuat rasa senang ini melalui penciptaan kelas yang lebih menyenangkan di kelas. Maka dari itu harga diri anak di tingkatkan melalui hadiah atau penghargaan.
D. Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) ABK Di Sekolah Dasar
Dengan model UASBN tentunya setiap sisiwa di wajibkan kepada semua soal untuk memguji kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran yang di ujikan (Bahasa indonesia, Matematika dan IPA). Pada kenyataan UASBN ini di landaskan, siswa berkebutuhan khusus di sekolah yang padigmanya inklusi mengalami banyak hambatan dalam menyelesaikan soal ujiannya, karena mereka mendapatkan soal yang memiliki soal tingkat kesulitan dan standar kelulusan yang sama dengan anak-anak lainnya, akibatnya materi yang telah di kuasai oleh ABK tidak cukup memadai untuk menjawab soal-soal yang di ujikan.
Di samping itu juga cukup dilematis bagi ABK di sekolah regular, karena mereka tidak mungkin ikut UASBN SDLB yang secara administrative di bawah naungan Dinas pendidikan provinsi, sementara UASBN SD di bawah otonomi masing-masing Dinas kota/kabupaten, sehingga ABK yang belajar di SD dalam setting pendidikan inklusif mendapatkan lembaran soal yang bobotnya sama dengan anak-anak lainnya. Padahal idealnya bahan ujiannya yang menyesuaikan pada kondis, kompetensi, dan program belajar ABK.
Adapun dampak negative ABK yang mendapatkan soal yang tidak relevan dengan kompetensinya adalah sebagai berikut:
1. Motivasi dan semangat mereka untuk mengikuti ujian menjadi menurun karena mendapat soal ujian yang belum di pahami.
2. Mereka memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat menyelesaikan diri dengan soal-soal yang baru di kenalinya.
3. Konsentrasi, atensi, dan rasa percaya diri mereka menjadi berkurang, sehingga potensi dan kemampuan belajar yang telah di kuasainya tidak dapat di wujudkan sevara optimal.
4. Peluang ABK untuk mencapai standar kelulusan relative kecil.
1. Hasil belajar siswa
Tiap kegiatan belajar harus mencapai suatu tujuan yang perlu di nilai dengan beberapa cara. Penilain harus menjabarkan hasil belajar, yaitu memberikan gambar seberapa jauh siswa berhasil dalam mengembangkan serangkaian keterampilan,pengetahuan dan perilaku selama belajar dengan topok atau kurikulum yang fleksibel.
Hasil akhir untuk siswa harus berhubungan dengan apa yang dapat mereka lakukan,sebelumnya dan apa yang dapat mereka lakukan sekarang. Hal ini tidak ada hubungannya dengan ujian standar yang di lakukan setiap akhir tahun ajaran. Siswa dalam kelompok usia atau kelas yang sama atau mungkin mempunyai setidaknya tiga tahun perbedaan dalam hal kemampuan umum di bandingkan teman-teman sebayanya,dan dalam matematika bisa sampai tujuh tahun perbedaannya. Ini berarti bahwa membandingkan sesama sisiwa dengan menggunakan tes yang di standarisasi adalah tidak adil untuk anak (termasuk mereka yang kemampuan akademisnya jauh di bawah rata-rata kelasnya dan mereka yang kecerdasannya sangat jauh di atas teman-teman sebayanya).
Seorang guru, orang tua atau konselor harus melihat UASBN ini sebagai penilaian penting sejauh pertimbangan mereka pada peserta didiknya. Salah satu penyebab terbesar rendahnya penghargaan diri pada siswa adalah penggunaan perbandingan, khususnya di sekolah. Ujian akhir ini harus menjadi salah satu komponen penilaian komprehensip dari kemajuan sisiwa. Ujin ini di tujukan pada peningkatan kesadaran guru, peserta didik dan orang tua, atau pembimbing tentang kemampuan sisiwa. Tapi, kita harus menanyakan apa yang telah di capai siswa dan menentukan bagaimana kita dapat membantu mereka untuk belajar lebih banyak lagi. Dengan di sertai penilaian autentik dan berkelanjutan, maka guru dapat mengidentifikasi apa yang telah di pelajari dan di kuasai anak didik serta beberapa penyebab mengapa siswa tidak termotivasi belajar dan menyelesaikan soal ujian .
2. Penilaian berkelanjutan
Untuk menilai penilaian ABK tentu tidak hanya di dasarkan pada hasil ujian UASBN, tetapi juga mempertimbangkan dari hasil penilaian berkelanjutan. Pejnilaian berkelanjutan di lakukan untuk mengamati secara terus-menerus tentang sesuatu yang di ketahui, di pahami dan yang dapat di kerjakan oleh sisiwa. Penilaian ini dapat di lakukan beberapa kali dalam setahun misalnya: awal, pertengahan, dan akhir tahun melalui obervasi kertas portofolia, bentuk ceklis, keterampilan, pengetahuan dan perilaku. Dengan menggunakan penilaian yang berkelanjutan, guru dapat mengadaptasi perencanaan dan pengajarannya sesuai dengan fase perkembangan belajar sisiwa, sehingga semua sisiwa akan mendapat peluang untuk belajar dan sukses.
Penutup
Jadi dapat di simpulkan, bahwa strategi pembelajaran yang inklusif tersebut dapat memotivasi gur, kepala sekolah, anak, keluarga dan masyarakat untuk membantu pembelajaran anak, misalnya di kelas peserta didik beserta guru bertanggung jawab pada pembelajaran dan secara aktif dan berpartisipasi di dalamnya. Belajar barkaitan dengan materi apa yang di butuhkan dan bermakna dalam kehidupannya. Lingkungan yang inklusif, ramah terhadap pembelajaran juga mempertimbangkan kebutuhan, minat dan keinginan kita sebagai guru.
Ini berarti memberikan kesempatan kepada kita untuk belajar dan bagaiman mengajar yang lebih baik. Jadi model pendidikan yang inklusif terfokus pada setiap kelebihan yang di bawa anak ke sekolah dari pada kekurangan mereka yang terlihat, dan secara khusus melihat pada bidang mana anak-anak dapat mengambil bagian untuk berpartisipasi dalam kehidupan normal masyarakat atau sekolah, atau memperhatikan apakah mereka memiliki hambatan fisik dan sisial karena lingkungan yang tidak kondusif.
DAFTAR PUSTAKA
- Skjorten, MD. (2001). Towards Inclusion, Education-Special Needs Education An Introduction. Oslo: Unipub forlag. Santrock, John W. (1997).
- Live-Span Development. Sixth Edition. USA. Brown & Benchmark Publisher. Skjorten, MD. (2001). Towards Inclusion and Enrichment, Artikel in Johnsen. Oslo: Unipub forlag. ………….., (1994).
- The Standard Rules on the Equalization of Opportunities for Persons with Disabilities. New York : United Nations. ……………, (1994).
- The Salamanca Statements and Framework for Action on Special Needs Education. Paris : UNESCO. …………….., (2001).
- Understanding and Responding to Children’needs in Inclusive Classroom. Perancis : UNESCO.
0 komentar:
Posting Komentar