Pendidikan
sekarang ini sangatlah membutuhkan perhatian khusus agar tetap dapt berjalan
sesuai dengan tujuan yang diingikan bersama. Metode pembelajaran yang digunakan
merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pendidikan. Seorang guru dituntut
untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, di mana melalui model
pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak
didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya
adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal. Dengan demikian dapat
dihasilkan output yang berkualitas.
Selama ini banyak guru yang menggunakan metode
pembelajaran konvensional dalam proses mengajar. Secara umum yang dimaksud
dengan metode pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran dengan cara ceramah
dimana peran guru di sini aktif dan peserta didik cenderung pasif. Ada sebuah
pendapat yang menyatakan bahwa metode tersebut sudah tidak layak digunakan,
hingga kini muncul metode pembelajaran baru. Metode yang dimaksud yaitu metode
pembelajaran hypnoteaching. Metode pembelajaran yang penyampaian materinya
menggunakan bahasa-bahasa bawah sadar. Metode yang mampu memunculkan
ketertarikan tersendiri pada setiap peserta didik. Untuk itu kita harus mampu
membandingkan kedua metode tersebut. Dengan begitu kita dapat menentukan metode
mana yang tepat digunakan dalam proses pembelajaran sekarang.
Pembahasan
A.
.Pengertian
Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah salah satu model pembelajaran yang
hanya memusatkan pada metode pembelajaran ceramah. Pada model pembelajaran ini,
siswa diharuskan untuk menghafal materi yang diberikan oleh guru dan tidak
untuk menghubungkan materi tersebut dengan keadaan sekarang (kontekstual).
Freire (1999) memberikan istilah terhadap
pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber-“gaya bank”
(banking concept of education). Penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang
sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa,
yang wajib diingat dan dihafal. Proses ini lebih jauh akan berimplikasi pada
terjadinya hubungan yang bersifat antagonisme di antara guru dan siswa. Guru
sebagai subjek yang aktif dan siswa sebagai objek yang pasif dan diperlakukan
tidak menjadi bagian dari realita dunia yang diajarkan kepada mereka.
Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran
konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup
kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya
dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan
nyata.
pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri,
yaitu:
-
pembelajaran berpusat pada guru,
-
terjadi passive learning,
-
interaksi di antara siswa kurang,
-
tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan
-
penilaian bersifat sporadis.
Menurut Brooks & Brooks (1993),
penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan
pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai
proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Konvensional
NO-FASE-PERAN GURU
-
Menyampaikan tujuan-Guru menyampaikan semua
tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
-
Menyajikan informasi-Guru menyajikan informasi
kepada siswa secara tahap demi tahap dengan metode ceramah
-
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan
balik-Guru mengecek keberhasilan siswa dan memberikan umpan balik
-
Memberikan kesempatan latihan lanjutan-Guru
memberikan tugas tambahan untuk dikerjakan di rumah.
b.Pelaksanaan Model Pembelajaran Konvesional di
Indonesia
Seorang guru dituntut untuk menguasa berbagai model-model pembelajaran,
di mana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan
nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari
proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal.
Namun,
salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan
oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Model ini sebenarnya sudah
tidak layak lagi kita gunakan sepenuhnya dalam suatu proses pengajaran, dan
perlu diubah. Tapi untuk mengubah model pembelajaran ini sangat susah bagi
guru, karena guru harus memiliki kemampuan dan keterampilan menggunakan model
pembelajaran lainnya.
Memang, model pembelajaran kovensional ini tidak serta merta kita
tinggal, dan guru mesti melakukan model konvensional pada setiap pertemuan,
setidak-tidak pada awal proses pembelajaran di lakukan. Atau awal pertama kita
memberikan kepada anak didik sebelum kita menggunakan model pembelajaran yang
akan kita gunakan. Menurut Djamarah (1996) metode pembelajaran konvensional
adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah,
karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan
antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam
pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi
dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
Selanjutnya menurut Roestiyah N.K. (1998) cara mengajar yang paling
tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah Pendidikan ialah cara
mengajar dengan ceramah. Sejak duhulu guru dalam usaha menularkan
pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau ceramah. Pembelajaran
konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru.
Bahwa, pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan
tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan
kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan
pengajaran berpusat pada guru.
Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran
konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Ruseffendi (1991) metode
ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) kita pakai-
pada pengajaran matematika”. Kegiatan selanjutnya guru memberikan contoh soal
dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal latihan, dan siswa disuruh
mengerjakannya.
Jadi kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan
atau mencatat apa yang disampaikan guru. Subiyanto (1988) menjelaskan bahwa,
kelas dengan pembelajaran secara biasa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
pembelajaran secara klasikal, para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka
belajar pada hari itu.
Guru biasanya mengajar dengan
berpedoman pada buku teks atau LKS, dengan mengutamakan metode ceramah dan
kadang-kadang tanya jawab. Tes atau evaluasi yang bersifat sumatif dengan
maksud untuk mengetahui perkembangan jarang dilakukan. Siswa harus mengikuti
cara belajar yang dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang
ditetapkan guru, dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan
pendapat.
Banyak
kita temukan di lapangan bahwa selama ini pembelajaran matematika didominasi
oleh guru melalui metode ceramah dan ekspositorinya.
Disamping
itu, menurutnya guru jarang mengajar siswa untuk menganalisa secara mendalam
tentang suatu konsep dan jarang mendorong siswa untuk menggunakan penalaran
logis yang lebih tinggi seperti kemampuan membuktikan atau memperlihatkan suatu
konsep. Hal senada ditemukan oleh Marpaung (2001) bahwa dalam pembelajaran
matematika selama ini siswa hampir tidak pernah dituntut untuk mencoba strategi
dan cara (alternatif) sendiri dalam memecahkan masalah.
Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan pembelajaran matematika secara biasa adalah suatu kegiatan belajar
mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru dimana guru mengajar
secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan metode
ekspositori, dan siswa hanya menerima saja apa-apa yang disampaikan oleh guru,
begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat kurang, sehingga
siswa menjadi pasif dalam belajar, dan belajar siswa kurang bermakna karena
lebih banyak hapalan.
Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran,
penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus
telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan
doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja
secara langsung). Dalam perkataan lain, guru lebih sering menggunakan
strategi atau metode ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi
dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program
pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yag ada
dalam kurikulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan
kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Jadi, pembelajaran
konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on
activities).
Berdasarkan definisi atau ciri-ciri tersebut, penyelenggaraan
pembelajaran konvensional merupakan sebuah praktik yang mekanistik dan
diredusir menjadi pemberian informasi. Dalam kondisi ini, guru memainkan peran
yang sangat penting karena mengajar dianggap memindahkan pengetahuan ke orang
yang belajar (pebelajar). Dengan kata lain, penyelenggaraan pembelajaran
dianggap sebagai model transmisi pengetahuan (Tishman, et al., 1993). Dalam
model ini, peran guru adalah menyiapkan dan mentransmisi pengetahuan atau
informasi kepada siswa. Sedangkan peran para siswa adalah menerima, menyimpan,
dan melakukan aktivitas-aktivitas lain yang sesuai dengan informasi yang
diberikan.
c. Kelemahan dan kelebihan Pembelajaran
Konvensional
Pengajaran model ini dipandang efektif atau
mempunyai keunggulan, terutama:
a. Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di
tempat lain.
b. Menyampaikan informasi dengan cepat.
c. Membangkitkan minat akan informasi.
d. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya
dengan mendengarkan.
e. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.
Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut
mempunyai beberapa kelemahan sebagai berikut:
a. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik
dengan mendengarkan.
b. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar
siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari.
c. Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan
pemikiran yang kritis.
d. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara
belajar siswa itu sama dan tidak bersifat pribadi.
e. Kurang menekankan pada pemberian keterampilan
proses (hands-on activities).
f. Pemantauan melalui onservasi dan intervensi
sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
g. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka
belajar pada hari itu.
h. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
i. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena
bersifat menghafal .
B.
Revolusi Cara Belajar
Setiap orang tentu punya
bakat yang berbeda-beda dan juga mempunyai gaya hidup dan gaya kerja kerja yang
unik. Namun, kebanyakan sekolah kita diselenggarakan dengan asumsi setiap orang
itu identik. Lebih buruk lagi kebanyakan diselenggarakan dengan sebuah system
evaluasi dan ujian yang menghargai hanya sejumlah kecil kemampuan.Dan
penghargaan pada usia dini, sering memisahkan yang dinyatakan berbakat dan
cerdas dari mereka yang dianggap kurang cerdas dan tidak berprestasi.
Barangkali
inovasi pendidikan terburuk dalam abad ini adalah yang disebut tes kecerdasan.
Tes ini berhasil menguji kemampuan tertentu, akan tetapi ia tidak menguji semua
kemampuan. Yang lebih buruk lagi tes ini mendukung konsep bahwa kecerdasan itu
konstan sejak lahir. Kecerdasan itu tidak konstan. Kesalahan besar dari tes IQ
( Intelligent Quotient) adalah bahwa ia menyamakan logika dengan kecerdasan
keseluruhan. Padahal logika hanyalah salah satu bentuk dari pemikiran,
kemampuan berpikir atau kemampuan belajar.
Howard
Gardner – Profesor pendidikan dari Universitas Harvard berhasil menghancurkan
mitos “IQ konstan” melalui berbagai penelitiannya. Gardner berhasil membuktikan
bahwa setiap orang paling tidak memiliki tujuh “pusat kecerdasan” bahkan
mungkin lebih. Tujuh kecerdasan tersebut adalah :
1.
Kecerdasan Linguistik: yaitu kemampuan berbicara atau menulis dengan baik.
2.
Kecerdasan Logis-Matematis: yaitu kemampuan menalar, menghitung dan menangani pemikiran
logis.
3.
Kecerdasan Visual-Spasial: yaitu kemampuan melukis, memotret atau mematung.
4.
Kecerdasan Jasmaniah-Kinestesis; yaitu kemampuan menggunakan anggota tubuh.
5.
Kecerdasan Musikal: yaitu kemampuan mengubah lagu, bernyanyi dan memainkan alat
music.
6.
Kecerdasan Interpersonal (kecerdasan
social); yaitu
kemampuan berhubungan dengan orang lain.
7.
Kecerdasan Intrapersonal; yaitu kemampuan mengelola perasaan dan kesadaran diri sendiri.
Carl
Jung, seorang Psikiater (1921) mengelompokan tipe orang menjadi 4 tipe: perasa
(feeler), pemikir (thinker), pelakon (sensor), dan orang yang mengandalakan
intuisi (intuitor) dan kemudian diklasifikasikan lagi menjadi orang introvert
dan ekstrovert.
1.
Pemikir ekstrovert, banyak ditemui di bidang manajemen, strategi
militer dan berbagai disiplin sains.
Pemikir
introvert, tertarik pad aide demi ide itu sendiri.
2.
Perasa ekstrovert, sangat peduli dengan nasib orang lain.
Perasa
introvert, ikut menderita akibat dari menginternalisasi masalah-masalah dunia
dan menganggap itu sebagai beban.
3.
Pelakon ekstrovert, pecinta olahraga, pencari ketegangan, dan
pemburu kesenangan.
Pelakon
introvert, menganggap dunia luar tidak menarik dan tidak memuaskan, lalu
memusatkan perhatian ke dalam diri untuk mencari kepuasan.
4.
Intuitif ekstrovert, mengawali hal-hal baru dengan bersemangat,
tetapi tidak selalu dapat diandalkan. Gampang berpindah minat dari satu hal ke
hal lain.
Intuitif
introvert, para visioner dan pemimpi yang menghasilkan sesuatu dari sumber daya
batiniah.
Menemukan gaya belajar Anda
Menurut
penelitian Profesor Ken dan Rita Dunn, secara umum gaya belajar setiap orang
merupakan kombinasi dari tiga factor :
1.
Bagaimana Anda menyerap informasi dengan mudah
Dalam penelitian Dunn, ditemukan bahwa :
Ø Hanya 30% siswa
yang dapat mengingat 75% dari apa yang mereka dengar selama periode kelas
normal (pelajar auditorial).
Ø 40% siswa dapat
menguasai apa yang mereka baca atau lihat (pelajar visual). Sebagian memproses
informasi dalam bentuk teks dan sebagian dalam bentuk gambar atau diagram.
Ø 15% siswa dapat
belajar paling baik dengan cara tactual (tactual). Mereka perlu menangani
bahan-bahan, menulis, menggambar dan terlibat dalam pengalaman nyata.
Ø 15% siswa
lainnya bersifat kinestetik. Mereka paling baik belajar dengan tindakan fisik,
terlibat dalam pengalaman nyata yang dapat diterapkan langsung dalam kehidupan
mereka.
Menurut
Dunn setiap orang biasanya dan mempunyai
sebuah kekuatan dominan dan sebuah kekuatan sekunder. Karena di ruang kelas atau seminar, jika kekuatan
perceptual kita tidak sesuai dengan metode pengajaran kita akan mengalami
kesulitan belajar. Kecuali jika kita dapat mengimbanginya dengan kekuatan
perceptual kita yang kedua.
Dari
penelitian mereka pelajar yang paling besar mengalami resiko gagal dalam kelas
tradisional adalah pelajar kinestetik dan tactual, baru kemudian pelajar yang
bersifat visual saja atau auditorial saja.
2.
Bagaimana Anda mengatur dan memproses informasi
Orang yang memiliki otak kiri yang kuat mampu menyerap informasi
secara logis, mereka dapat menyerapnya dengan mudah jika informasi disajikan
dalam urutan yang logis dan linier. Sedangkan orang yang otak kanannya dominan
biasanya senang menemukan gambaran besarnya terlebih dahulu, mereka sangat
menyukai presentasi yang melibatkan visualisasi, imajinasi, music, seni dan
intuisi.
Jika anda dapat menghubungkan kedua kekuatan tersebut maka akan
membuka jalan ke “pusat-pusat kecerdasan berganda” (multiple intellegence
centers). Dan ini menyebabkan anda dapat menyerap dan memproses informasi
secara lebih efektif.
3.
Kondisi yang mempermudah Anda menyerap dan menyimpan informasi
Kondisi yang akan mempengaruhi kemampuan belajar anda antara lain :
Ø Lingkungan
fisik : suara, cahaya, suhu, tempat duduk, sikap tubuh.
Ø Kebutuhan
emosional, emosi adalah kunci bagi system memori otak. Muatan emosi dari
presentasi dapat berpengaruh besar dalam proses belajar.
Ø Kebutuhan
social, ada orang yang suka belajar sendiri, bersama rekan atau berkelompok.
Ø Kebutuhan fisik
dan biologis ; waktu makan, tingkat energy dalam sehari, kebutuhan mobilitas
dan waktu belajar.
Dari
penelitian Dunn, lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan belajar yang
Dapat selalu melayani berbagai kecerdasan
bawaan dan gaya belajar. Akan tetapi banyak sekolah khususnya sekolah menengah
masih diarahkan menuju pengajaran “akademis” dua dimensi pada pelajar tipe
linguistic dan logis.
Bagaimana menemukan gaya belajar yang disukai
pelajar
Jalan
terbaik untuk menemukan gaya belajar siswa adalah dengan bertanya langsung dan memintanya untuk berdiskusi tentang gaya belajar dan minat
siswa, dengan cara tersebut anda dapat meniadakan penghalang antara guru dengan
murid dan secara langsung dapat juga menilai mereka dari suaranya.
Ø Untuk pelajar
bertipe visual, jika kita meminta
instruksi maka dia akan menggambarkannya, tetapi periksa apakah dia termasuk
yang berorientasi teks atau gambar. Mereka juga ada yang menyukai video.
Pelajar bertipe visual cenderung teratur, rapi dan berpakaian necis.
Ø Pelajar bergaya
auditorial biasanya tidak suka membaca buku atau buku petunjuk. Dia lebih suka
bertanya untuk mendapatkan informasi.
Ø Pelajar
kinestetik dan tactual selalu ingin bergerak.
Gaya kerja unik Anda
Barbara
Prashing (pemimpin Creative learning Company) Selandia Baru menyatakan, “orang
dari segala usia dapat belajar apa saja jika diberi kesempatan untuk
melakukannya dengan gaya unik mereka, dengan kekuatan pribadi mereka sendiri”.
Menurutnya “gaya kerja” dapat didefinisikan sebagai
cara orang yang termasuk angkatan kerja untuk menyerap dan menyimpan informasi
baru dan sulit, berpikir atau berkonsentrasi, melakukan pekerjaan hariannya,
dan menyelesaikan masalah secara efektif.
Empat gaya berpikir
Selain
gaya belajar dan gaya bekerja ada juga gaya berpikir dan Anthony George seorang
professor kurikulum membaginya dalam 4 gaya berbeda, yaitu :
1.
Sekuensial konkret (SK)
Mendasarkan dirinya pada realitas, mereka memproses informasi
dengan cara teratur, urut dan linier. Realitas adalah apa yang dapat mereka
serap melalui indra fisik. Praktik adalah cara belajar yang terbaik bagi
mereka.
2.
Acak konkret (AK)
Pemikir acak konkret juga mendasarkan dirinya pada realitas, tetapi
cenderung lebih melakukan pendekatan coba-coba. Mereka sering membuat lompatan
intuitif yang diperlukan untuk pemikiran kreatif sejati. Jika anda seorang acak
konkret gunakan kemampuan berpikir divergen anda dan anda sangat perlu melihat
berbagai hal dari berbagai sudut pandang.
3.
Acak abstrak (AA)
Pemikir acak abstrak mengatur informasi melalui refleksi, dan
berkembang pesat dalam lingkungan tak terstruktur dan berorientasi kepada
manusia. Menurut DePorter
Dunia nyata bagi pelajar AA adalah dunia perasaan dan emosi.
4.
Sekuensial abstrak (SA)
Pemikir SA suka sekali dengan dunia teori dan pikiran abstrak.
Mereka suka berpikir konseptual dan menganalisis informasi. Berpotensi menjadi
filosof dan ilmuan peneliti yang hebat. Mereka mudah mengetahui apa yang
penting. Proses berpikir mereka logis, rasional, dan intelektual, dan aktifitas
favoritnya adalah membaca.