Perdagangan
adalah jual beli dengan tujuan untuk mencari keuntungan. Penjualan merupakan
transaksi paling kuat dalam dunia perniagaan bahkan secara umum adalah bagian
yang terpenting dalam aktivitas usaha. Kalau asal dari jual beli adalah
disyariatkan, sesungguhnya diantara bentuk jual beli ada juga yang diharamkan
dan ada juga yang diperselisihkan hukumnya. Oleh sebab itu, menjadi satu
kewajiban bagi seorang usahawan muslim untuk mengenal hal-hal yang menentukan
sahnya usaha jual beli tersebut, dan mengenal mana yang halal dan mana yang
haram dari kegiatan itu, sehingga ia betul-betul mengerti persoalan.
Diantara jual beli yang di diperselisihkan hukumnya
yaitu jual beli di dunia maya atau melalui internet. Jual beli melalui internet
adalah transaksi electronic money (uang elektronik). Transaksi ini tidak nyata
tetapi memiliki sifat dan ukuran tertentu, sehingga dengan sifat dan ukuran itu
seolah‐olah
nampak atau nyata karena pada akhirnya pembeli pun dapat mewujudkannya dalam
nilai yang riil, yaitu disaat transaksi pembeli akan memperoleh barang dalam bentuk
yang nyata. Hukum mengenai transaksi seperti ini ada dua pendapat yaitu:
A. PENDAPAT PERTAMA (yang
menghalalkan)
1. Imam Malik
Imam Malik berpendapat boleh melakukan
transaksi jual beli barang yang tidak nyata dengan syarat diterangkan sifat dan
ukurannya
.
عَلَى الصِّفَةِإِذَا آَانَتْ
غَيْبَتُهُ مِمَّايَؤْمَنُ إِنْ تَتَغَيَّرَفِيْهِ قَبْلَ الْقَبْضِ(بِدَايَةُ
الْمُجْتَهِدْ . ج : 2. ص : 154
Imam
Malik dan mayoritas penduduk Madinah berpendapat bahwa boleh melakukan
transaksi jual beli barang yang tidak nyata berdasar atas sifat‐sifatnya,
apabila barang tersebut tidak akan terjadi perubahan sebelum diterima (Qobdu).[1]
2. Syekh Abu Ishaq Ibrohim bin Ali berkata :
( لاَيَجُوْزُبَيْعُ الْعَيْنِ الغَائِبَةِ إِذَاجَهِلَ
جِنْسُهَا اَوْنَوْعُهَا (اَلْمُهَذَبْ : ج : 2ص: 12
Tidak
boleh menjual barang yang tidak nyata apabila tidak diketahui jenis dan
macamnya.[2]
B. PENDAPAT KEDUA (yang mengharamkan)
1. Imam Syafi’i
Menurut Imam Syafi’i tidak boleh
jual beli barang yang tidak nyata, beliau berkata:
بَيْعُ
الْغَائِبِ لاَيَجُوْزُبِحَالٍ مِنَ الأَحْوَالِ لاَمَا وُصِفَ وَلاَمَالمَ
يُوْصَفْ (بداية المجتهد. ج : 2. ص: 154)
Tidak
boleh menjual barang yang tidak nyata dalam keadaan bagaimana pun, baik
disifati ataupun tidak.[3] Hal
ini, diantaranya karena ada hadits Rosululloh SAW:
(اَلَ النَِبيُّ صلعم : لاَتَبِعْ مَالَيْسَ عِنْدَكَ (رواه
الحكيم بن حزام
Janganlah
kamu menjual barang yang tidak ada padamu (HR Alhakim bin
Hizam)
Selanjutnya, sehubungan dengan
barang yang tidak nyata itu sulit untuk diterima, sedangkan menurut Imam Syafi’i
dan Imam Ats‐Sauri penerimaan barang merupakan
syarat dalam setiap transaksi jual beli. Dan Rosulullah SAW pun telah bersabda:
اذَا
اشْتَرَيْتَ شَيْأً فَلاَ تبَعْهُ حَتَّىتَقْبِضُهُ (رواه البخاري ومسلم)
Apabila
kamu membeli sesuatu barang, maka janganlah kamu menjualnya sampai kamu
menerimanya terlebih dahulu (HR.Muslim dan Bukhori)
menerimanya terlebih dahulu (HR.Muslim dan Bukhori)
Maka dalam hal ini, kita perlu
menelaah kajian qobdu menurut pendapat Sayid Sabiq yang menyatakan bahwa qobdu
itu bisa digunakan dalam tiga pengertian :
بِاسْتِفَاءِ الْقَدْرِآَيْلاً أَوْوَزْنًا إِنْكَانَ
مُقَدَرًا
1.
Memenuhi ukuran, takaran atau timbangan apabila barang itu bisa di ukur.
بِنَقْلِهِ
مِنْ مَكَانِهِ إِذَاآَانَ جَزَافًا
2.
Memindahkan barang tersebut dari tempatnya apabila barang itu termasuk barang
yang tidak dapat diukur dengan takaran atau timbangan.
(يَرْجِعُ إِلَىالْعُرْفِ فِيْمَاعَدَاذَلِكَ (فقه السنه : ج :
3 ص : 157
3.
Dikembalikan kepada uruf (adat kebiasaan) [4]
Kemudian apabila aqadnya dilakukan
di internet maka ijab qobulnya dapat dilakukan melalui akad kitabah sebagai
mana dinyatakan oleh:
1. As‐Sayid
Sabiq :
آَمَايَنْعَقِدُالبَيْعُ بِالأِيْجَابِ
وَالْقَبُوْلُ يَنْعَقِدُبِاالْكِتَابَةِبِشَرْطٍ أَنْ يَكُوْنَ آُلِّ مِنَ
الْمُتَعَاقِدَيْنِ بَعِيْدًاعَنِ الآخَرِ, أَوْيَكُوْنَ
الْعَاقِدُبِااْلكِتَابَةِ أَخْرَسَ لاَيَسْتَطِيْعُ الْكَلاَمَ
Sebagaimana
transaksi jual beli biasa dinyatakan sah dengan ijab qobul maka demikian pula
sah dengan kitabah (penulisan) apabila ke dua orang yang akadnya itu berjauhan
tempatnya atau orang yang akidnya itu bisu.[5]
2. Al‐Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Al‐Qusaini.
وَقَالَ مَالِكْ رَحِمَهُ الله
وَوَسَّعَ عَلَيْهِ,يَنْعَقِدُالْبَيْعُ بِكُلِّ مَايَعُدُّهُ النَّاسُ
بَيْعًاوَاسْتَحْسَنَهُ الأِمَامُ الْبَارِعُ إِبْنُ الصَبَاغْ. (كفاية
الاحيار:الجزءالاول:ص: 233(
Imam
Malik ra. Memberi keleluasaan dalam pemahaman ijab qobul ; yakni jual beli itu
bisa sah dengan setiap transaksi yang dianggap jual beli oleh uruf manusia. Dan
pendapat ini dianggap baik oleh Imam Albarie’ bin As‐Sobag.[6]
3.
Ibnu Taimiyah :
إِنَّهَاتَنْعَقِدُبِكُلِّ
مَادَلَّ عَلَى مَقْصُوْدٍمِنْ قَوْلٍ أَوْفِعْلٍ.فَكُلُّ مَاعَدَّهُ النَّاسُ
بَيْعًا وَإِجَارَةً فَهُوَبَيْعُ وَإِجَارَةً (وَاِنِ لخْتَلَفَ اِصْطِلاَحُ النَّاسِ فِيالأَلْفَاظِ
وَالأَفْعَالِ (الفتاوى الكبرى,ج: 4:ص: 5
Trasaksi ijab qobul dianggap sah
dengan setiap yang menunjukan maksud tersebut baik ucapan tau perbuatan. Oleh
karena itu setiap yang dianggap jual beli atau sewa menyewa oleh uruf manusia
maka boleh di anggap sah sebagai bae’ dan ijaroh meskipun berbeda istilah dalam
ucapan dan perbuatan.
Ijab qobul dalam internet artinya
kita melakukan transaksi ijab qobul dengan system, dengan demikian salah satu
aqidnya adalah system yang diprogram dalam internet, sedangkan Syekh Yusup
Asyairozy dalam Madzhabnya mengatakan :
وَيَصِحُ الْبَيْعُ مِنْ آُلِّ بَالِغٍ
عَاقِلٍ مُخْتَارٍفَأَمَّاالصَبِيُّ وَالْمَجْنُوْنُ فَلاَ يَصِحُ لِقَوْلِهِ
صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلم: رُفِعَ الْقَلَمُ عَنِ ثَلاَ
ثَةٍ عَنِ الصَِبيِّ حَتَّى يَبْلُغَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقَظَ
وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ (المهذب : ج 2.ص: 3 (
Transaksi jual beli itu sah dari
setiap orang yang balig, berakal dan tidak terpaksa. Maka tidak sah jual beli
anak‐anak
dan orang gila kerana Rosul SAW bersabda: Tuntutan hukum dihapuskan dari 3
orang berikut ini[7]:
1. Dari
anak kecil sampai dia dewasa,
2. Dari
orang yang tidur sampai dia bangun
3. Dari
orang yang gila sampai ia sembuh.
Berdasarkan pendapat Syekh Yusup As‐Sayairozy
dan hadits di atas, maka apabila system itu repsentative untuk mewakili seorang
aqid yang memenuhi ketiga syarat di atas boleh kita melakukan transaksi ijab
qobul dengan system yang diprogram lewat internet. Dan system itu dapat
dianggap sebagai utusan seorang aqid sesuai dengan pendapat Sayid Sabiq.
آَمَايَنْعَقِدُالْعَقْدُبِاْلأَلْفَاظِ
وَالْكِتَابَةِ بِوَاسِطَةِرَسُوْلٍ مِنْ أَحَدِالْمُتَعَاقِدَيْنِ إِلَى
الأَخَرُبِشَرْطِ أَنْ يَقْبَلَ المُرْسَلُ إِلَيْهِ عُقُبَ الأِخْبَارِ ( فقه السنة : ج: ص
: 128
3(
Sebagaimana aqad itu bisa sah dengan
ucapan dan tulisan lewat utusan dari salah satu dua orang yang aqad kepada yang
lain dengan syarat orang yang diutus itu dapat menerima konsekuensi
informasinya.[8]
Referensi
Bidayatul Mujtahid
juz 2
Al‐Muhadzab
juz 2
Fiqhu Sunnah juz 3
Kifayatul Ahyar
juz 1
http://imamwardany.com
2 komentar:
Assalamualaikum,
saya ingin bertanya bagaimana hukumnya jika menjual suatu akun id game
apakah halal?
bagaimana kalau jual item tetapi hasil dari hack / cheat, dan sang pembelipun mengetahui hal tersebut ?
Posting Komentar