Pendahuluan
Untuk mencapai falah
yang maksimum, tidak seluruh aktifitas ekonomi bisa diserahkan pada mekanisme
pasar. Ada kalanya mekanisme pasar gagal menyediakan barang dan jasa yang
dibutuhkan oleh masyarakat ataupun mekanisme pasar tidak bekerja secara fair
dan adil; fair dalam arti berprinsipkan saling ridho dan adil dalam arti tidak
berbuat zalim kepada pihak lain. Dalam hal ini pemerintah atau masyarakat perlu
mengambil alih peran mekanisme pasar dalam menyediakan barang atau jasa
tersebut.
Permasalahan selanjutnya
yang muncul adalah barang atau jasa apakah yang perlu disediakan masyarakat
atau pemerintah, dari mana sumber dana yang digunakan untuk penyediaan barang
atau jasa tersebut, bagaimana alokasi dan distribusi barang atau jasa yang
disediakan oleh masyarakat atau pemerintah tersebut, apakah kriteria untuk
memutuskan bahwa barang atau jasa tertentu layak disediakan oleh pemerintah
atau masyarakat, dan sebagainya.
Oleh karena itu, dalam tahap
awal perlu dikaji bagaimana keuangan public ini dipraktikkan oleh Rosulullah
Saw. dan para sahabatnya, prinsip-prinsip apakah yang bisa disarikan dari
sunnah Rosulullah Saw. dan sahabatnya, dan bagaimana implementasi keuangan
public Islam dalam masa kekinian. Diantara instrument keuangan public Islam
yang terbentuk sejak awal yaitu: zakat, infaq waqf dan sebagainya.[1]
Pembahasan
A. Sejarah Keuangan Publik Islam
1.
Keuangan Publik pada Masa Rosulullah
Negara Islam pertama yang dibangun di dunia adalah negara yang dibangun
Rasulullah di Madinah yang dikenal dengan nama Negara Islam Madinah. Negara ini
dibangun berlandaskan semangat keislaman yang tercermin dari Al qur’an dan
kepemimpinan Rasulullah. Modal utama yang dipergunakan untuk membangun negara
ini bukanlah uang melainkan semangat ketauhidan yang ditanamkan
Rusulullah kepada masyarakat Madinah. Pada waktu itu kaum muhajirin yang
mengungsi dari Mekkah dan datang ke Madinah tanpa membawa bekal yang cukup.
Sementara di Madinah belum ada pemerintahan yang terorganisir dengan baik.
Beberapa kebijakan diambil oleh Rasulullah untuk mengukuhkan
pemerintahan yang ada. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, Rosulullah
bersabda, “kemiskinan membawa orang pada kekafiran.” Maka upaya untuk
mengentaskan kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan sosial yang dikeluarkan
Rosulullah Saw.[2] Diantara
kebijakan ekonomi Rasulullah, guna memacu pertumbuhan kegiatan perekonomian
yang ada di Madinah ketika itu adalah:
Membangun masjid sebagai Islamic Center yang digunakan selain untuk
beribadah juga untuk kegiatan kegiatan lain seperti tempat pertemuan parlemen,
kesekretariatan, mahkamah agung, markas besar tentara, kantor urusan luar
negeri, pusat pendidikan, tempat pelatihan bagi para penyebar luas agama,
asrama, baitul maal, tempat para dewan dan utusan.
Mempersaudarakan antara kaum mujahirin dengan kaum anshar. Kelompok
anshar memberikan sebagian dari harta mereka kepada kaum muhajirin untuk
dipergunakan dalam kegiatan produksi sampai kaum muhajirin dapat melangsungkan
kehidupannya.[3]
Kebijakan lainnya yang diambil Rosulullah diantaranya merehabilitasi muhajirin
dari Makkah di Madinah, menciptakan kedamaian dalam negara, mengeluarkan hak
dan kewajiban kepada warga negaranya, membuat konstitusi negara, menyusun sistem
pertahanan Madinah, dan meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara.[4]
Dua perubahan besar yang dilakukan oleh Rosulullah pada masa itu adalah:
Pertama, Islam telah membuang sebagian besar tradisi, ritual, norma,
nilai simbul-simbul dari masa lampau dan mengganti dengan yang baru sesuai Al
quran dan sunnah Rosul. Kedua, negara baru dibentuk tanpa menggunakan
sumber keuangan ataupun moneter karena tidak diwarisi harta ataupun persediaan
dari masa lampau.
a.
Sumber Utama Keuangan
Negara
Pada masa Rosulullah hampir seluruh pekerjaan yang dikerjakan tidak
mendapatkan upah. Tidak ada tentara formal, semua muslim yang mampu boleh
menjadi tentara. Mereka tidak mendapatkan gaji tetap, tetapi diperbolehkan mendapat
bagian rampasan perang. Pada masa perang Badar mulai diaturlah pembagian harta
rampasan perang dengan turunnya surat al Anfaal ayat 41 yang artinya;
(#þqßJn=÷æ$#ur $yJ¯Rr& NçGôJÏYxî `ÏiB &äóÓx« ¨br'sù ¬! ¼çm|¡çHè~ ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ÇÆö/$#ur È@Î6¡¡9$# bÎ) óOçGYä. NçGYtB#uä «!$$Î/ !$tBur $uZø9tRr& 4n?tã $tRÏö6tã tPöqt Èb$s%öàÿø9$# tPöqt s)tGø9$# Èb$yèôJyfø9$# 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« íÏs% ÇÍÊÈ
Ketahuilah, sesungguhnya
apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, [5]
Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnussabil,[6] jika
kamu beriman kepada Allah dan kepada apa[7]
yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqaan, [8]
yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Pada tahun kedua Hijrah
mulai diwajibkan zakat fitrah setiap bulan Romadhon. Sedangkan zakat mal mulai
diwajibkan pada tahun kesembilan Hijrah. Adapun harta kekayaan yang dikenai
pajak adalah sebagai berikut:
a. Emas
b. Perak
c. Binatang ternak seperti unta, sapi, dan kambing
d. Barang dagangan
e. Hasil pertanian
f. Luqta, barang yang ditinggalkan musuh.
g. Luqothoh (barang temuan)
Dengan adanya perintah wajib
ini, Rosulullah mulai metentukan pegawai pengelolanya yang kebanyakan dari Bani
Umayah, [9]
yang mana mereka tidak digaji secara resmi tetapi mereka mendapat bayaran
tertentu dari dana zakat.
Kekayaan pertama diperoleh pada tahun keempat Hijrah dari Bani Nadir
yang berupa tanah dan barang yang ditinggalkan ketika dideportasi dari tempat
tinggalnya karena melanggar Pakta Madinah.[10]
Sedangkan wakaf pertama diberikan oleh Mukhoirik, seorang robbi Bani
Nadir yang telah masuk Islam berupa tujuh kebun. Sumber pendapatan negara
lainnya diantaranya berasal dari:
Ø
Jizyah yaitu pajak
yang dibayar oleh non-muslim khususnya ahli kitab, untuk jaminan perlindungan
jiwa, harta, ibadah dan tidak wajib militer.
Ø
Kharaj yaitu pajak
tanah dari non-muslim ketika Khoibar ditaklukkan.
Ø
Ushr adalah bea
impor barang yang dikenakan kepada semua pedagang yang dibayar sekali dalam
setahun yang hanya dikenakan pada barang yang nilainya lebih dari 200 dirham.
b.
Sumber Sekunder Keuangan
Negara
Diantara sumber pendapatan sekunder yang dapat memberikan hasil adalah:
·
Uang tebusan tawanan
perang.pinjaman-pinjaman untuk pembebasan kaum muslimin dari Judhaima.
·
Khumus atau rikaz,
harta karun temuan pada periode sebelum Islam.
·
Amwal Fadla, barang
seorang muslim yang meninggal tanpa waris.
·
Wakaf, harta banda
yang didedikasikan kepada umat Islam yang disebabkan karena Allah dan
pendapatannya didepositokan di Baitul Maal.
·
Nawaib, pajak yang
sangat besar yang dibebankan kepada kaum muslim yang kaya dalam rangka menutupi
pengeluaran negara selama masa darurat.
·
Hadiah
·
Zakat fitrah
·
Bentuk lain sedekah seperti
kaffarat[11] dan
qurban.
c.
Lembaga Keuangan Negara
Sumber pemasukan keuangan negara ada banyak, tetapi untuk
pendistribusiannya harus ditangani oleh satu institusi. Rosulullah membentuk Baitul
Maal sebagai institusi yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan kekayaan
negara. Pada perkembangan selanjutnya institusi ini memegang peran penting
dalam bidang keuangan dan administrasi pada awal periode Islam terutama pada
masa kepemimpinan Khulafaurrasyidin.
2.
Keuangan Publik pada Masa
Khulafaurrasyidin
a.
Kholifah Abu Bakar Siddiq
Pada masa kepemimpinan Abu Bakar Siddiq
pengelolaan kas Negara dijalankan sebagaimana rosulullah menjalankannya. Baitul
Maal tetap menjadi sentral pengumpulan dan pendistribusian kekayaan negara. Abu
Bakar Siddiq sangat memperhatiakan keakuratan perhitungan zakat. Zakat yang
telah terkumpul di Baitul Maal selalu didistribusikan setiap periode dengan
tanpa sisa. Sumber kekayaan negara yang semakin menipis menjelang wafatnya
menyebabkan harta kekayaan pribadinya digunakan untuk pembiayaan negara.
b.
Kholifah Umar Bin Khottob
Pada masa kekholifahannya ada beberapa
kebijakan baru yang diambil, diantaranya adalah masalah: Baitul Maal,
kepemilikan tanah, zakat dan ushr, sedekah untuk non muslim, mata uang,
klasifikasi pendapatan negara dan pengeluaran.
c.
Kholifah Usman
Untuk meningkatkan hasil sumber daya alam
maka pada masa kekholifahannya digali banyak aliran air, digalakkan menanam
pohon buah-buahan dan pembentukan organisasi kepolisian tetap untuk mendukung
keamanan perdagangan. Beliau tidak mengambil upah dari kantornya. Beberapa kebijakan
baru yang diambil diantaranya: meningkatkan dana pensiun, meningkatkan keamanan
dan pertahanan laut, pembangunan wilayah taklukan baru, meningkatkan khoroj
dan jizyah.
d.
Kholifah Ali Bin Abi Tholib
Perbedaan Kholifah Ali dengan tiga kholifah
sebelumnya adalah: kepemimpinannya yang sangat sederhana, ketat dan melakukan pendistribusian
harta Baitul Maal dari pusat ke provinsi-provinsi setiap pekan sekali.
B.
Karakteristik Keuangan Publik yang Berlandaskan Keadilan
Dalam problematika makanan pokok, Islam memandang ada beberapa poin
penting yang harus dipenuhi untuk mencapai keadilan.
Pertama, hajat hidup orang banyak harus dikelola dan
menjadi tanggung jawab negara. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa “manusia
berserikat dalam tiga hal yaitu api, air, dan rumput”. Dalam konteks
kekinian, rumput dalam hadits tersebut meliputi sumber makanan pokok
masyarakat. Artinya, menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memastikan bahwa
rakyat dalam kondisi mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Karena itu sudah
selayaknya sektor pertanian didukung sepenuhnya. Tidak sekadar menjamin untuk
membeli, tetapi bagaimana meningkatkan produktivitas.
Kedua, mekanisme pasar harus berjalan sempurna; ikhtikar[12]
dan spekulasi harus ditangani. Islam memandang keadilan harus menjadi prinsip
sistem ekonomi. Dalam pandangan Islam, mekanisme pasar bebas adalah sistem yang
alami, sistem yang memungkinkan pelaku ekonomi berkompetisi menuai hasil atas
usaha masing-masing.
Tetapi Islam menekankan perlunya perlindungan kepada si lemah oleh
pemerintah. Islam memandang pentingnya pengorbanan si kuat untuk berbagi kepada
sesama. Bukan sebaliknya, para pedagang besar terus menggerus keuntungan yang
seharusnya milik mereka para petani yang telah berkeringat.
Ketiga, upaya untuk ''mensyariahkan'' sektor pertanian.
Dalam hal ini lembaga-lembaga keuangan syariah memiliki tanggung jawab vertikal
dan horisontal untuk merealisasikan tujuan keadilan.
C.
Instrumen Pembiyaan Publik
Pada masa awal Pemerintahan Negara Islam, keuangan publik Islam dan
kebijakan fiskal belum banyak berperan dalam kegiatan perekonomian. Kebijakan
fiskal belum dijalankan sebagaimana dilakukan pada analisis kebijakan fiskal
dewasa ini, karena memang belum ada pemasukan negara saat itu. Rasulullah SAW
dan stafnya tidak mendapat gaji sebagaimana lazimnya suatu pemerintahan.
Penerimaan pemerintah hanya berasal dari sumbangan masyarakat. Zakat belum
diwajibkan pada awal Pemerintah Islam tersebut. Kalau Rasulullah membutuhkan
dana untuk membantu fakir miskin, maka Bilal biasa meminjam dari orang Yahudi.
Sumber penerimaan lainnya pada awal tahun pemerintahan tersebut adalah
harta yang diperoleh dari rampasan perang ( Ghonimah ), dan ini
baru diizinkan untuk menjadi salah satu sumber keuangan pemerintahan tersebut
setelah turunnya surah al-Anfal (QS 8:41) pada tahun kedua Hijriah. Selanjutnya
pada tahun kedua Hijriah tersebut zakat fitrah merupakan kewajiban yang harus
dibayarkan oleh setiap muslim dan ini kemudian menjadi salah satu sumber
keuangan pemerintahan[13].
Sumber keuangan lainnya berasal dari Jizyah yaitu pajak
yang dibayarkan oleh kelompok nonmuslim, khususnya ahli kitab, yang memperoleh
jaminan perlindungan kehidupan dalam pemerintahan Islam. Sumber-sumber lainnya
adalah Kharaj (pajak tanah yang dipungut dari nonmuslim), Ushr
(bea impor) yang dikenakan kepada setiap pedagang dan dibayarkan hanya sekali
selama setahun dan hanya berlaku kalau nilai perdagangannya melebihi Islam 200
dirham.
Dengan berjalannya waktu dan mulai terkumpulnya sumber-sumber keuangan,
pemerintahan mulai dapat membiayai berbagai pengeluaran terutama digunakan
untuk mempertahankan eksistensi negara. Misalnya pengeluaran untuk membiayai
pertahanan, pembayaran utang negara, bantuan untuk musafir, pembayaran gaji
untuk wali, guru, dan pejabat negara lainnya.
Baru setelah itu, turun ayat yang menyangkut ketentuan pengeluaran dana
zakat kepada delapan golongan, sebagaimana tercantum dalam surat QS at-Taubah
ayat 60. Dengan turunnya ayat ini maka tampak kebijakan fiskal dengan tegas
menetapkan jenis-jenis pengeluaran yang dapat digunakan atas dana zakat yang
ada. Penggunaan dana zakat di luar ketentuan yang ditetapkan oleh ayat tersebut
adalah tidak sesuai dengan ketentuan Alquran. Di situ tampak jelas bagaimana
ekonomi Islam sangat peduli pada kaum miskin, yang derajat kehidupannya perlu
dibantu dan diangkat ke tingkat yang layak.
Ditinjau sisi keuangan publik maka pengumpulan dan pengeluaran dana
zakat dapat dipandang sebagai kegiatan untuk distribusi pendapatan yang lebih
merata. Islam tidak menghendaki adanya harta yang diam dalam tangan seseorang.
Apabila harta tersebut telah cukup nisabnya, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Dengan demikian di sini tampak adanya usaha untuk mendorong orang memutarkan
hartanya ke dalam sistem perekonomian, sehingga bisa menghasilkan growth.
Dengan semakin berkembangnya Islam yang tercermin dengan semakin luasnya
daerah kekuasaan pemerintahan Islam, maka peran dari kegiatan keuangan publik
semakin penting. Pengumpulan zakat melalui lembaga amil merupakan model
pengumpulan dana zakat yang ada pada waktu itu. Lembaga Baitul Maal merupakan
‘departemen keuangan’ atau Lembaga Penyimpanan Kas Pemerintahan Islam yang
berfungsi sebagai penerima pendapatan dan membelanjakannya.[14]
Selain
lembaga lembaga tersebut, dalam pemerintahan Islam juga terdapat lembaga lain
yang cukup berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu lembaga
yang berkaitan dengan kegiatan wakaf. Dalam sejarah Islam, tercatat bahwa
lembaga wakaf ini sedemikian besar peranannya dalam sistem perekonomian.
D.
Lembaga Keuangan Islam Bank dan Non-Bank
Untuk mewujudkan system keuangan yang adil dan efisien, maka setiap
lapisan masyarakat harus terwadahi keinginannya dalam berinvestasi dan
berusaha, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya. Untuk memfasilitasi
kebutuhan tersebut maka didentuklah lembaga keuangan perbankan dan
non-perbankan.
1.
Lembaga Keuangan Bank
Bank
Syariah
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa lain dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang yang
beroprasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.[15]
a.
Produk
i. Penyaluran Dana
a) Ba’I (jual beli)
1) Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual
beli, dimana bank mendapat sejumlah keuntungan. Dalam hal ini, bank menjadi
penjual dan nasabah menjadi pembeli.
2) Salam
Salam adalah transaksi jual
beli, dimana barangnya belum ada, sehingga barang yang menjadi objek transaksi
tersebut diserahkan secara tangguh. Dalam transaksi ini, bank menjadi pembeli
dan nasabah menjadi penjual.
3) Istishna
Alur
trankasksi Istishna mirip dengan Salam, hanya saja dalam Istishna, Bank dapat
membayar harga pembelian dalam beberapa kali termin pembayaran.
b) Ijarah (sewa)
Secara prinsip, Ijarah sama
dengan transaksi jual beli, hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini
adalah dalam bentuk manfaat. Pada akhir masa sewa dapat saja diperjanjian bahwa
barang yang diambil manfaatnya selama masa sewa akan dijual belikan antra Bank
dan nasabah yang menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan)
c) Syirkah
1) Musyarakah
Musyarakah adalah bentuk
umum dari usaha bagi hasil. Dalam kerjasama ini para pihak secara bersama-sama
memadukan sumber daya baik yang berwujud ataupun tidak berwujud untuk menjadi
modal proyek kerjasama, dan secara bersama-sama pula mengelola proyek kerjasama
tersebut.
2) Mudarabah
Mudharabah adalah salah satu
bentuk spesifik dari Musyarakah. Dalam Mudarabah, salah satu pihak berfungsi
sebagai Shahibul Mal (pemilik modal) dan pihak yang lain berperan sebagai
Mudharib (pengelola).
d) Akad Pelengkap
1). Hiwalah
Hiwalah adalah transaksi
pengalihan utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah, fasilitas hiwalah
lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksinya, sedangkan bank mendapat ganti biaya atas jasa.
2). Rahn
Rahn, dalam bahasa umum
lebih dikenal dengan Gadai. Tujuan akad Rahn adalah untuk memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
3). Qardh
Qardh adalah pinjaman uang.
Misalnya dalam hal seorang calon haji membutuhkan dana pinjaman talangan untuk
memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Bank memberikan pinjaman
kepada nasabah calon haji tersebut dan si nasabah melunasinya sebelum
keberangkatan Hajinya.
4). Wakalah
Wakalah dalam praktek
Perbankan syariah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk
mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C,
inkaso dan transfer uang.
5). Kafalah
Kafalah dalam bahasa umum
lebih dikenal dengan istilah Bank Garansi, yang ditujukan untuk menjamin
pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk
menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai Rahn. Bank dapat pula
menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya
atas jasa yang diberikan.
ii.
Penghimpun Dana
a). Wadi’ah
Prinsip Wadi’ah yang
diterapkan dalam Perbankan syariah adalah Wadiah Yad Dhamanah yang diterapkan
pada produk rekening giro. Dalam konsep Wadi’ah Yad Dhamanah, Bank dapat
mempergunakan dana yang dititipkan, akan tetapi bank bertanggung jawab penuh
atas keutuhan dari dana yang dititipkan.
b). Mudharabah
1). Mudarabah Mutlaqah
Mudarabah Mutlaqah adalah
Mudarabah yang tidak disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari Sahibul
Mal.
2). Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet
Mudarabah Muqayadah on
Balance Sheet adalah Aqad Mudarabah yang disertai dengan pembatasan penggunaan
dana dari Sahibul Mal untuk investsi-investasi tertentu.
3). Mudarabah of Balance Sheet
Dalam Mudarabah of Balance
Sheet, Bank bertindak sebagai arranger, yang mempertemukan nasabah pemilih
modal dan nasabah yang akan menjadi mudharib.
iii.
Jasa Perbankan
a). Sharf (jual beli valuta asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing
sejalan dengan prinsip Sharf, sepanjang dilakukan pada waktu yang sama (spot).
Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b). Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan Ijarah antara lain penyewaan
kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen
(custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
2.
Lembaga Keuangan Non-Bank
Pengertian lembaga keuangan non
Bank adalah semua badan yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, yang secara
langsung atau tidak langsung menghimpun dana terutama dengan jalan mengeluarkan
kertas berharga dan menyalurkan dalam masyarakat terutama guna membiayai
investasi perusahaan. Diantara lembaga keuangan non bank adalah:
Reksadana Syariah adalah
pola pengelolaan dana investasi di mana investor dapat menanamkan modal dengan
cara membeli unit penyertaan reksadana. Dana ini kemudian dikelola oleh manajer
investasi ke dalam pasar modal, baik berupa saham, obligasi maupun pasar uang.
Asuransi (Takaful)
Asuransi adalah sebuah
sistem untuk merendahkan kehilangan finansial dengan menyalurkan risiko kehilangan dari seseorang atau badan
ke lainnya. Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha
perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan.
Diantara lembaga keuangan
non bank yang lain adalah Pegadaian (Rohn) dan Baitul Maal wa Tamwil.[16]
Penutup
Pada masa awal Pemerintahan Negara Islam, keuangan publik Islami dan
kebijakan fiskal belum banyak berperan dalam kegiatan perekonomian. Rasulullah
SAW dan stafnya tidak mendapat gaji sebagaimana lazimnya suatu pemerintahan.
Penerimaan pemerintah hanya berasal dari sumbangan masyarakat. Zakat belum
diwajibkan pada awal Pemerintah Islam tersebut. Kalau Rasulullah membutuhkan
dana untuk membantu fakir miskin, maka Bilal biasa meminjam dari orang Yahudi.
Sumber penerimaan lainnya
pada awal tahun pemerintahan tersebut adalah harta yang diperoleh dari rampasan
perang ( Ghonimah ), Sumber keuangan lainnya berasal dari Jizyah
yaitu pajak yang dibayarkan oleh kelompok nonmuslim. Sumber-sumber lainnya
adalah Kharaj (pajak tanah yang dipungut dari nonmuslim), Ushr
(bea impor).
Dengan berjalannya waktu dan mulai terkumpulnya sumber-sumber keuangan,
pemerintahan mulai dapat membiayai berbagai pengeluaran terutama digunakan
untuk mempertahankan eksistensi negara. Baru setelah itu, turun QS at-Taubah
ayat 60 yang menyangkut ketentuan pengeluaran dana zakat kepada delapan
golongan.
Dengan semakin berkembangnya Islam yang tercermin dengan semakin luasnya
daerah kekuasaan pemerintahan Islam, maka peran dari kegiatan keuangan publik semakin
penting. Pengumpulan zakat melalui lembaga amil merupakan model pengumpulan
dana zakat yang ada pada waktu itu. Lembaga Baitul Maal merupakan ‘departemen
keuangan’ atau Lembaga Penyimpanan Kas Pemerintahan Islam yang berfungsi
sebagai penerima pendapatan dan membelanjakannya.
Referensi
§ Munrohim Misanan, M.A.Ec., Ph.D., Priyonggo Suseno, S.E., M.Sc.
dan M. Bhekti mmmmHendrieanto, S.E., M.Sc., Ekonomi
Islam (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, mmmm2008)
§ Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam suatu pengantar, (Yogyakarta,
Ekonisia, 2007)
§ Dr. Ahmad Ibrahim Abu Sinn, MANAJEMEN SYARI’AH sebuah kajian
historis dan mmmmkontemporer,
(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2008)
§ http://kasei-unri.org
§ Drs. Muhammad M,.Ag, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta,
Unit Penerbit dan mmmmPercetakan AMP YKPN, 2005)
[1] Munrohim Misanan, M.A.Ec., Ph.D., Priyonggo Suseno, S.E.,
M.Sc. dan M. Bhekti Hendrieanto, S.E., M.Sc., Ekonomi Islam (Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada, 2008), Hal. 485
[4] Munrohim Misanan, M.A.Ec., Ph.D., Priyonggo Suseno, S.E.,
M.Sc. dan M. Bhekti Hendrieanto, S.E., M.Sc., Ekonomi Islam (2008),
Ibid, hal. 486
[5]yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta
yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang
diperoleh tidak dengan pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat Ini
berhubungan dengan ghanimah saja. Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr
[6] Maksudnya: seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada: a.
Allah dan RasulNya. b. kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. anak Yatim.
d. fakir miskin. e. Ibnussabil. sedang empat-perlima dari ghanimah itu
dibagikan kepada yang ikut bertempur.
[8] Furqaan ialah: pemisah antara yang hak dan yang batil. yang
dimaksud dengan hari Al Furqaan ialah hari jelasnya kemenangan orang Islam dan
kekalahan orang kafir, yaitu hari bertemunya dua pasukan di peprangan Badar,
pada hari Jum'at 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah. sebagian Mufassirin
berpendapat bahwa ayat Ini mengisyaratkan kepada hari permulaan Turunnya Al
Quranul Kariem pada malam 17 Ramadhan.
[9] Dr. Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen
Syari’ah sebuah kajian historis dan kontemporer, (Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2008) hal. 35
[12]Ikhtikar. Ikhtikar adalah sebuah situasi di
mana produsen/penjual mengambil keuntungan di atas keuntungan normaldengan cara
mengurangi supply (penawaran) agar harga produk yang dijualnya naik. Ikhtikar
ini biasanya dilakukandengan membuat entry barrier (hambatan masuk pasar),
yakni menghambat produsen/penjual lain masuk ke pasar agaria menjadi pemain
tunggal di pasar monopoli), kemudian mengupayakan adanya kelangkaan barang
dengan cara menimbun stock (persediaan), sehingga terjadi kenaikan harga yang
cukup tajam di pasar. Ketika harga telah naik, produsen tersebut akan menjual
barang tersebut dengan mengambil keuntungan yang melimpah.
[14] Drs. Muhammad M,.Ag, Manajemen Bank Syariah,
(Yogyakarta, Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN, 2005), hal. 23
0 komentar:
Posting Komentar