Syed Muhammad Naquib Al- Attas merupakan tokoh pemikiran pendidikan yang mempunyai peran penting dalam perkembangan pemikiran isalam. Sebagai ulama dan intelektual muslim yang sudah banyak memberikan gagasan-gagasan dan ide-idenya dalam segala bidang politik, sosial, hukum dan pendidikan.
A. Latar Belakang Pemikiran
Untuk mengkaji sebuah pemikiran seorang tokoh, ada hal yang jangan sampai dilewatkan untuk dibahas, yaitu hal yang melatar belakangi pemikiran tokoh tersebut baik itu secara sosiologis, psikologis maupun kulturis bahkan pada tingkat biografis tokoh oitu sendiri. Hal ini perlu mendapatkan perhatian tersendiri agar kita tidak terjebak kepada sikap pengkultusan atau apriori terhadap pemikiran tokoh tersebut.
Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah seorang tokoh cendikiawan Muslim yang mempunyai posisi penting di dunia intelektual baik di kalangan Muslim maupun Barat dimana pemikiran tersebut sudah banyak memberikan pengaruh yang besar bagi pola pemikiran di dunia intelektual khsusnya dalam bidang pendidikan.
Munculnya Al-Attas sebagai tohoh terkemuka merupakan sebuah prestasi besar bagi serorang warga yang tinggal di daerah jajahan. Secara fenomenologis, munculnya Al-Attas merupakan reaksi menantang arus imperialisme dan kolonialisme serta usaha untuk memperbaiki dan meninggikan citra dan nama baik negaranya di mata penjajah, setidaknya dengan munculnya tokoh-tokoh dari kalangan kaum terjajah bisa mengikis sikap superioritas dan imperioritas di kedua belah pihak. Secara histories, munculnya Al-Attas karena memang beliau tinggal di tanah jajahan Inggris yang masih memberikan peluang besar pada warga jajahannya untuk mendapatkan pendidikan dimana sebelumnya Al-Attas tinggal di daerah jajahan Belanda yang sangat membatasi peluang warga jajahannya untuk mendapatkan pendidikan, yaitu Indonesia tepatnya Bogor. Di samping itu Al-Attas pun berasal dari kalangan keluarga yang mempunyai mata rantai dengan salah satu petinggi di daerah Johor Malaysia sehingga dengan tingginya tingkat kecerdasan Al-Attas, beliaupun bisa melanjutkan studinya ke universitas-universitas terkemuka dan bertarap internasional di Kanada dan London.
B. Riwayat hidup al Attas
Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, lahir di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 5 september 1931. ayahnya bernama Syed Ali bin Abdullah Al-Attas, sedang ibunya bernama Syarifah Raguan al-Idrus, keturunan kerabat raja-raja Sunda Sukapura, Jawa Barat. ayahnya berasal dari Arab yang silsilahnya merupakan keturunan ulama dan ahli tasawwuf.
Riwayat hidup beliau dimulai sejak ia berusai 5 tahun. Ketika itu ia berada di kohor baru, tinggal bersama saudara ayahnya sampai perang dunia kedua meletuss. Pada tahun 1936-1941 ia belajar di Ngee Neng English Premary School di johor baru.Pada masa jajahan jepang, Al-Attas kembali ke tempat kelahirannya di Indonesia, di sana beliau belajar tentang ilmu-ilmu keislaman di pesantren Urwatul-Wutsqo Sukabumi selama empat tahun kemudian kembali lagi ke Johor dan hidup bersama salah satu familinya yang menjabat di kementrian Johor. Kemudian masuk sekolah militer dan menjadi anggota kemiliteran. Kepandaian dan kecemerlangan beliau dalam kemeliteran telah menjadikan beliau orang yang terpercaya di kalangan petinggi militer hingga beliau diberikan peluang untuk meneruskan studi kemiliterannya di salah satu sekolah militer yang terkemuka. Namun hidup beluau di dunia kemiliteran tidak bertahan, hanya sampai tingkat letnan dan beliau keluar. Setelah keluar dari kemiliteran, beliau meneruskan studinya di Universitas Malaya pada tahun 1957-1959, lalu melanjutkan ke McGill University Kanada, dimana beliau mendapatkan gelar MA (Master or Art). Kemudian Al-Attas mendapatkan sponsor untuk melanjutkan kuliahnya lagi ke program pasca sarjana di University of London pada tahun 1963-1964, disana ia meraih gelar Ph.D dengan predikat cumlaude tahun 1965.
Dilihat dari sekian almamater yang beliau tempuh, seharusnya beliau mempunyai corak pemikirah yang kebarat-baratan, karena dua almamater terakhirnya yang ada di Barat telah memberikan sumbangan yang besar padanya dalam bidang keilmuan, yang sekiranya bisa menarik empatinya hingga corak kebaratan bisa dengan gampang melekat pada beliau. Namun tidak, ternyata corak pemikiran beliau sangat berpolakan keislaman yang kental, dan beliau betul-betul mempunyai komitmen keilaman yang tinggi, bahkan kalau kita amati secara global, Al-Attas mempunyai pandangan yang negatif tehdadap Barat, sehingga munculnya konsep Ta’dib dan ide Islamisasi pendidikan dari pemikiran beliau merupakan implementasi dari kekecewaan beliau pada wajah Pendidikan Islam yang sudah banyak dipolakan dengan corak barat.
Maka di sini jelas bahwa pemikiran Al-Attas lebih didominasi oleh pemikiran-pemikiran keislaman yang hal itu merupakan perwujudan dari dokrtin-doktrin keislaman yang beliau dapatkan baik itu di pesantern, sekolah maupun di rumahnya yang kental dengan suasana keislaman. Di samping itu jiwa kemiliterannya telah mengarahkan beliau untuk bersifat nasionalis.
C. Ta'dib Sebagai Konsep Pedidikan Islam
Berbicara tentang seorang tohoh intelektual tidak akan terpiasahkan dari sebuah institusi yang merupakan representasi yang komprehensif dari seluruh pemikirannya secara global. Ketika kita mengkaji seorang tokoh filsafat, Karl Marx misalnya, maka kita tidak akan terlepaskan dari pemikiran materialismenya, berbicara tentang Hegel, secara otomatis pembicaraan itu tidak akan sempurna kalau tidak terdapat sebuah istilah idealisme. Begitu juga untuk membicarakan tokoh-tokoh intelektual muslim, dalam hal ini Syed M. Naquib al-Attas, pembahasan kita tentang pemikirannya tidak akan sempurna kalau tidak membicarakan konsep beliau tentang pendidikan Islam yang terepresentasikan dalam kalimat Ta'dib di mana dalam sepenggal kata yang sangat pendek itu terdapat uraian dan pembahasan Al-Attas yang sangat luas.
Kata Ta'dib berasal dari bahasa Arab yang berbentuk kata kerja addaba yang berarti memberi adab, mendidik. Dan dalam terminologinya berarti penanaman adab pada diri manusia melalui proses pendidikan.
Al-Attas menganggap bahwa untuk memberikan konsep yang tepat bagi pendidikan Islam adalah dengan istilah Ta'dib dan bukan tarbiyah atau ta'lim. Beliau sangat tidak setuju kalau tarbiyah dijadikan sebagai konsep bagi pendidikan Islam, hal itu karena menurut beliau kata tarbiyah konotasinya baru dan dibuat-buat serta mengarah kepada pemikiran modernis. Mereka membuat-buat konsep dalam pemakaiannya terhadap pendidikan Islam. Padalah pada hakekatnya konsep ini lebih cenderung kepada konsep pendidikan ala Barat yang menggunakan kata education. Education secara konseptual berasal dari kata latin educare yang berarti menghasilkan, mengembangkan dari kepribadian yang tersembunyi dan potensial, syang didalamnya tidak lain hanyalah proses penghasilkan pengembangkan yang mengarah kepada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material.
Dalam bahasa Arab terdapat medan semantik. Yakni medan pengertian tempat diuraikannya struktur konseptual yang disimbolkan dengan sebuah kata atau istilah sentral. Dan pada dasarnya, menurut Al-Attas, kata tarbiyah berarti mengasuh, menanggung, memberi makan, memelihara, mengembangkan, membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang sudah matang, dan menjinakan. Pada penerapannya dalam bahasa Arab, kata tarbiyah tidak hanya diberikan kepada manusia, dan dalam medan semantiknya diberikan juga kepada speases-speases lain; tumbuhan-tumbuhan, alam, hewan dll.
Dilihat dari semantiknya, maka sangat jelas bahwa tarbiyah tidak bisa mewakili konsep pendidikan Islam yang membfokuskan objeknya kepada manusia serta tidak mengarah kepada speases-speases selain manusia, maka dengan demikian, ta'diblah dalam hal ini yang bisa dijadikan sebagai konsep yang tepat bagi pendidikan Islam, karena konsep Ta'dib mengacu kepada objek manusia seutuhnya. Dalam penerapannya konsep Ta'dib mengarah kepada pendidikan manusia secara individual untuk mengarah kepada perbaikan manusia secara kolektif dan menyeluruh sebagai masyarakat yang sempurna. Maka dalam implementasinya, proses pendidikan dalam konsep Ta'dib tidak dimulai dari pendidikan masyarakat seperti yang ditempuh oleh Barat yang menerapkan konsep pendidikannya pada pembentukan masyarakat dan tidak mengarah kepada pembentukan individual. Implementasi yang diterapkan oleh konsep Ta'dib tersebut didasari oleh asumsi Al-Attas yang mengaggap bahwa untuk membentukan sebuah masyarakat yang utuh harus dimulai dari pembentukan masing-masing individu yang ada di dalamnya, karena untuk menuju sebuah masayarkat yang baik dengan bermula pada pembentukan individual akan lebih menjamin bagi tercapainya sebuah kebaikan yang menyeluruh dan akan lebih fleksibel dalam prakteknya.
Al-Attas membantah kalau dikatakan bahwa konsep Ta'dib sebagai pendidian tidak ada pada masa Rosulullah SAW. Malah justuru Al-Attas beranggap bahwa konsep Ta'diblah yang dipergunakan pada masa Rosulullah SAW., Ta'dib yang menekankan kepada ilmu sekaligus amal yang dibarengi oleh akhlak yang mulia. Secara konseptual, Ta'dib merujuk kepada akhlak Rosulullah. Maka Ta'dib selalu mengarah kepada konotasi adab yang diajarkan oleh Rusulullah SAW. Sebagaimana yang dikatakan oleh beliau dalam al-Hadits:
Untuk mengkaji sebuah pemikiran seorang tokoh, ada hal yang jangan sampai dilewatkan untuk dibahas, yaitu hal yang melatar belakangi pemikiran tokoh tersebut baik itu secara sosiologis, psikologis maupun kulturis bahkan pada tingkat biografis tokoh oitu sendiri. Hal ini perlu mendapatkan perhatian tersendiri agar kita tidak terjebak kepada sikap pengkultusan atau apriori terhadap pemikiran tokoh tersebut.
Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah seorang tokoh cendikiawan Muslim yang mempunyai posisi penting di dunia intelektual baik di kalangan Muslim maupun Barat dimana pemikiran tersebut sudah banyak memberikan pengaruh yang besar bagi pola pemikiran di dunia intelektual khsusnya dalam bidang pendidikan.
Munculnya Al-Attas sebagai tohoh terkemuka merupakan sebuah prestasi besar bagi serorang warga yang tinggal di daerah jajahan. Secara fenomenologis, munculnya Al-Attas merupakan reaksi menantang arus imperialisme dan kolonialisme serta usaha untuk memperbaiki dan meninggikan citra dan nama baik negaranya di mata penjajah, setidaknya dengan munculnya tokoh-tokoh dari kalangan kaum terjajah bisa mengikis sikap superioritas dan imperioritas di kedua belah pihak. Secara histories, munculnya Al-Attas karena memang beliau tinggal di tanah jajahan Inggris yang masih memberikan peluang besar pada warga jajahannya untuk mendapatkan pendidikan dimana sebelumnya Al-Attas tinggal di daerah jajahan Belanda yang sangat membatasi peluang warga jajahannya untuk mendapatkan pendidikan, yaitu Indonesia tepatnya Bogor. Di samping itu Al-Attas pun berasal dari kalangan keluarga yang mempunyai mata rantai dengan salah satu petinggi di daerah Johor Malaysia sehingga dengan tingginya tingkat kecerdasan Al-Attas, beliaupun bisa melanjutkan studinya ke universitas-universitas terkemuka dan bertarap internasional di Kanada dan London.
B. Riwayat hidup al Attas
Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, lahir di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 5 september 1931. ayahnya bernama Syed Ali bin Abdullah Al-Attas, sedang ibunya bernama Syarifah Raguan al-Idrus, keturunan kerabat raja-raja Sunda Sukapura, Jawa Barat. ayahnya berasal dari Arab yang silsilahnya merupakan keturunan ulama dan ahli tasawwuf.
Riwayat hidup beliau dimulai sejak ia berusai 5 tahun. Ketika itu ia berada di kohor baru, tinggal bersama saudara ayahnya sampai perang dunia kedua meletuss. Pada tahun 1936-1941 ia belajar di Ngee Neng English Premary School di johor baru.Pada masa jajahan jepang, Al-Attas kembali ke tempat kelahirannya di Indonesia, di sana beliau belajar tentang ilmu-ilmu keislaman di pesantren Urwatul-Wutsqo Sukabumi selama empat tahun kemudian kembali lagi ke Johor dan hidup bersama salah satu familinya yang menjabat di kementrian Johor. Kemudian masuk sekolah militer dan menjadi anggota kemiliteran. Kepandaian dan kecemerlangan beliau dalam kemeliteran telah menjadikan beliau orang yang terpercaya di kalangan petinggi militer hingga beliau diberikan peluang untuk meneruskan studi kemiliterannya di salah satu sekolah militer yang terkemuka. Namun hidup beluau di dunia kemiliteran tidak bertahan, hanya sampai tingkat letnan dan beliau keluar. Setelah keluar dari kemiliteran, beliau meneruskan studinya di Universitas Malaya pada tahun 1957-1959, lalu melanjutkan ke McGill University Kanada, dimana beliau mendapatkan gelar MA (Master or Art). Kemudian Al-Attas mendapatkan sponsor untuk melanjutkan kuliahnya lagi ke program pasca sarjana di University of London pada tahun 1963-1964, disana ia meraih gelar Ph.D dengan predikat cumlaude tahun 1965.
Dilihat dari sekian almamater yang beliau tempuh, seharusnya beliau mempunyai corak pemikirah yang kebarat-baratan, karena dua almamater terakhirnya yang ada di Barat telah memberikan sumbangan yang besar padanya dalam bidang keilmuan, yang sekiranya bisa menarik empatinya hingga corak kebaratan bisa dengan gampang melekat pada beliau. Namun tidak, ternyata corak pemikiran beliau sangat berpolakan keislaman yang kental, dan beliau betul-betul mempunyai komitmen keilaman yang tinggi, bahkan kalau kita amati secara global, Al-Attas mempunyai pandangan yang negatif tehdadap Barat, sehingga munculnya konsep Ta’dib dan ide Islamisasi pendidikan dari pemikiran beliau merupakan implementasi dari kekecewaan beliau pada wajah Pendidikan Islam yang sudah banyak dipolakan dengan corak barat.
Maka di sini jelas bahwa pemikiran Al-Attas lebih didominasi oleh pemikiran-pemikiran keislaman yang hal itu merupakan perwujudan dari dokrtin-doktrin keislaman yang beliau dapatkan baik itu di pesantern, sekolah maupun di rumahnya yang kental dengan suasana keislaman. Di samping itu jiwa kemiliterannya telah mengarahkan beliau untuk bersifat nasionalis.
C. Ta'dib Sebagai Konsep Pedidikan Islam
Berbicara tentang seorang tohoh intelektual tidak akan terpiasahkan dari sebuah institusi yang merupakan representasi yang komprehensif dari seluruh pemikirannya secara global. Ketika kita mengkaji seorang tokoh filsafat, Karl Marx misalnya, maka kita tidak akan terlepaskan dari pemikiran materialismenya, berbicara tentang Hegel, secara otomatis pembicaraan itu tidak akan sempurna kalau tidak terdapat sebuah istilah idealisme. Begitu juga untuk membicarakan tokoh-tokoh intelektual muslim, dalam hal ini Syed M. Naquib al-Attas, pembahasan kita tentang pemikirannya tidak akan sempurna kalau tidak membicarakan konsep beliau tentang pendidikan Islam yang terepresentasikan dalam kalimat Ta'dib di mana dalam sepenggal kata yang sangat pendek itu terdapat uraian dan pembahasan Al-Attas yang sangat luas.
Kata Ta'dib berasal dari bahasa Arab yang berbentuk kata kerja addaba yang berarti memberi adab, mendidik. Dan dalam terminologinya berarti penanaman adab pada diri manusia melalui proses pendidikan.
Al-Attas menganggap bahwa untuk memberikan konsep yang tepat bagi pendidikan Islam adalah dengan istilah Ta'dib dan bukan tarbiyah atau ta'lim. Beliau sangat tidak setuju kalau tarbiyah dijadikan sebagai konsep bagi pendidikan Islam, hal itu karena menurut beliau kata tarbiyah konotasinya baru dan dibuat-buat serta mengarah kepada pemikiran modernis. Mereka membuat-buat konsep dalam pemakaiannya terhadap pendidikan Islam. Padalah pada hakekatnya konsep ini lebih cenderung kepada konsep pendidikan ala Barat yang menggunakan kata education. Education secara konseptual berasal dari kata latin educare yang berarti menghasilkan, mengembangkan dari kepribadian yang tersembunyi dan potensial, syang didalamnya tidak lain hanyalah proses penghasilkan pengembangkan yang mengarah kepada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material.
Dalam bahasa Arab terdapat medan semantik. Yakni medan pengertian tempat diuraikannya struktur konseptual yang disimbolkan dengan sebuah kata atau istilah sentral. Dan pada dasarnya, menurut Al-Attas, kata tarbiyah berarti mengasuh, menanggung, memberi makan, memelihara, mengembangkan, membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang sudah matang, dan menjinakan. Pada penerapannya dalam bahasa Arab, kata tarbiyah tidak hanya diberikan kepada manusia, dan dalam medan semantiknya diberikan juga kepada speases-speases lain; tumbuhan-tumbuhan, alam, hewan dll.
Dilihat dari semantiknya, maka sangat jelas bahwa tarbiyah tidak bisa mewakili konsep pendidikan Islam yang membfokuskan objeknya kepada manusia serta tidak mengarah kepada speases-speases selain manusia, maka dengan demikian, ta'diblah dalam hal ini yang bisa dijadikan sebagai konsep yang tepat bagi pendidikan Islam, karena konsep Ta'dib mengacu kepada objek manusia seutuhnya. Dalam penerapannya konsep Ta'dib mengarah kepada pendidikan manusia secara individual untuk mengarah kepada perbaikan manusia secara kolektif dan menyeluruh sebagai masyarakat yang sempurna. Maka dalam implementasinya, proses pendidikan dalam konsep Ta'dib tidak dimulai dari pendidikan masyarakat seperti yang ditempuh oleh Barat yang menerapkan konsep pendidikannya pada pembentukan masyarakat dan tidak mengarah kepada pembentukan individual. Implementasi yang diterapkan oleh konsep Ta'dib tersebut didasari oleh asumsi Al-Attas yang mengaggap bahwa untuk membentukan sebuah masyarakat yang utuh harus dimulai dari pembentukan masing-masing individu yang ada di dalamnya, karena untuk menuju sebuah masayarkat yang baik dengan bermula pada pembentukan individual akan lebih menjamin bagi tercapainya sebuah kebaikan yang menyeluruh dan akan lebih fleksibel dalam prakteknya.
Al-Attas membantah kalau dikatakan bahwa konsep Ta'dib sebagai pendidian tidak ada pada masa Rosulullah SAW. Malah justuru Al-Attas beranggap bahwa konsep Ta'diblah yang dipergunakan pada masa Rosulullah SAW., Ta'dib yang menekankan kepada ilmu sekaligus amal yang dibarengi oleh akhlak yang mulia. Secara konseptual, Ta'dib merujuk kepada akhlak Rosulullah. Maka Ta'dib selalu mengarah kepada konotasi adab yang diajarkan oleh Rusulullah SAW. Sebagaimana yang dikatakan oleh beliau dalam al-Hadits:
وأدّبني ربّي فأحسن تأديبي
"Tuhanku telah mendidikku (addaba), dengan demikian membuat pendidikanku (Ta'dib) yang paling baik" (HR. Ibn Hibban
Sudah jelas kiranya bahwa konsep Ta'dib sebagai pendidikan sudah ada sejak masa Rosulullah SAW, hanya saja setelah itu terjadi penyempitan dan pengurangan pada maknanya. Hal itu terjadi karena adanya kekacauan dan kesalahan dalam pengertian dan pemahaman ilmu-ilmu keIslaman pada masa Abbasiyah, sehingga maknanya menjadi terbatas pada kesusastraan dan etika profesional.
Penekanan pada penanaman adab dalam konsep Ta'dib ditujukan agar ilmu yang didapat dari pendidikan bisa diamalkan dengan selalu debarengi oleh adab yang baik serta akhlak yang mulia
Dengan maknanya yang komprehensif, maka menurut Al-Attas untuk memberikan konsep yang tepat bagi pendidikan Islam tidaklah usah lagi memakai istilah tarbiyah dan Ta'lim, atau mensejajarkan kedua istiah tersebut dengan Ta'dib untuk membuat konsep bagi pendidikan Islam, dengan alasan bahwa kalau hal itu terjadi, yang terjadi kemudian adalah kesalahan dan kekacauan dalam setiap semantik serta sebagai usaha untuk menempatkan konsep pendidikan Islam pada tempatnya yang haqiqi.
Sudah jelas kiranya bahwa konsep Ta'dib sebagai pendidikan sudah ada sejak masa Rosulullah SAW, hanya saja setelah itu terjadi penyempitan dan pengurangan pada maknanya. Hal itu terjadi karena adanya kekacauan dan kesalahan dalam pengertian dan pemahaman ilmu-ilmu keIslaman pada masa Abbasiyah, sehingga maknanya menjadi terbatas pada kesusastraan dan etika profesional.
Penekanan pada penanaman adab dalam konsep Ta'dib ditujukan agar ilmu yang didapat dari pendidikan bisa diamalkan dengan selalu debarengi oleh adab yang baik serta akhlak yang mulia
Dengan maknanya yang komprehensif, maka menurut Al-Attas untuk memberikan konsep yang tepat bagi pendidikan Islam tidaklah usah lagi memakai istilah tarbiyah dan Ta'lim, atau mensejajarkan kedua istiah tersebut dengan Ta'dib untuk membuat konsep bagi pendidikan Islam, dengan alasan bahwa kalau hal itu terjadi, yang terjadi kemudian adalah kesalahan dan kekacauan dalam setiap semantik serta sebagai usaha untuk menempatkan konsep pendidikan Islam pada tempatnya yang haqiqi.
D. Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Sebelum kita menjelaskan pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan. Ada baiknya kita memahami terlebih dahulu arti dari Islamisasi itu sendiri. Menurut S.M.N. Al-Attas Islamisasi adalah pembebasan manusia dari hal-hal yang terkait dengan magis, mitologi, animisme, kebangsaan-tradisi budaya yang bertentangan dengan Islam, dari kendali orang-orang sekular yang mempengaruhi pikiran dan bahasa. Dengan demikian adanya pembebasan tersebut, maka umat Islam, menjadi manusia terbebas dari kendali magis, mitologi, animisme, kebangsaan-tradisi budaya sendiri yang bertentangan dengan Islam dan paham sekularisme. Ia dibebaskan dari kedua-duanya, baik dari pandangan hidup (Worldview) magis, maupun sekular. Kita sudah mendefinisikan sifat alami Islamisasi sebagai proses pembebasan. Hal ini karenakan bahwa manusia memiliki fisik dan jiwa, dan pembebasan tersebut mengacu kepada jiwanya, dari manusia kepada manusia seutuhnya yang memiliki kesadaran dan signifikansi dalam setiap perbuatan … Islamisasi adalah suatu proses, bukan evolusi sebagai devolusi bagi keaslian alam; manusia dari sisi jiwa adalah sempurna, Namun, ketika diwujudkan secara fisik, ia tunduk kepada kelupaan dan kezaliman dan ketidakadilan bagi dirinya sendiri dan oleh karena itu ia memerlukan kesempurnaan … Kita juga telah mendefinisikan Islamisasi menyangkut Islamisasi bahasa, dan fakta ini telah dibuktikan oleh Al-Qur’an sendiri ketika ia diturunkan di tengah masyarakat Arab.
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa Islamisasi berperan dalam membebaskan masalah-masalah umat Muslim, antara lain; Pertama, membebaskan umat Muslim dari kepercayaan terhadap magis dan mitologi, animisme, seperti cerita rakyat, dongeng, legenda yang tidak diketahui kebenarannya. Dimana perkembangannya hanya secara oral-verbal atau dari “mulut ke mulut”. Keberadaan terhadap mitologi ini, tentunya mempengaruhi pola pikir dan pola hidup manusia yang masih mempercayainya.
Kedua, Tradisi dan kebudayaan suatu bangsa yang melahirkan sikap fanatik (Ashabiyyah) dan keturunan (Nasabiyyah) bangsanya sendiri. Baik itu yang mengejewantah dalam bentuk aliran, golongan, atau organisasi keagamaan tertentu. Ini menyebabkan pola pikir umat Muslim menjadi dikotomis dan terpecah-pecah. Sehingga pemahaman terhadap Islam tidak sampai kepada prinsip-prinsip dasar yang membangunnya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
Ketiga, Membebaskan umat Islam dari rong-rongan paham sekularisme, orang-orang sekular, dan gerakan sekularisasi pemikiran yang secara prinsip dasar menjauhkan antara ilmu dan Tuhan (agama). Dengan adanya kesenjangan antara ilmu dan Tuhan. Maka konsekuensinya adalah adanya kesenjangan antara aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya dengan Tuhan.
Keempat, dengan adanya Islamisasi maka pemahaman terhadap ilmu dan teraplikasinya dengan amal menjadi lebih jelas. Dengan maksud, bahwa jiwa manusia menjadi sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang memiliki jiwa spiritual, bukan makhluk mekanik seperti robot.
Dari keempat poin ini maka Islamisasi ilmu pengetahuan adalah pembebasan umat Muslim dari nilai-nilai ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan pandangan hidup Islam. Dalam bahasa Al-Attas, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah Dewesternisasi Ilmu Pengetahuan (Dewesternitation of Knowledge).
Islamisasi Ilmu Pengetahuan pertama kali muncul saat diselenggarakan sebuah komperensi Dunia yang pertama di Mekah pada tahun 1977 tentang pendidikan Muslm. Islamisasi Ilmu Pengetahuan ini dilontarkan Al Attas dengan makalahnya "Preliminary Thought on the Nature of Knowledge and the Definition and the Aims of Education, dan Islamil Raji' al Faruqi dengan makalahnya "Islamicizing Social Science.
Islamisasi Ilmu pengetahuan ini berarti mengislamkan atau melakukukan penyucianterhadapa ilmu-ilmu pegetahuan produk barat yang selama ini dikembangkan dalam wacana system pendidikan Islam agar diperoleh pengetahuan yang bercorak Islam
Pemikiran Al-Attas tentang Islamisasi ilmu Pengetahuan ini tumbul karena melihat bahwa ilmu pengetahuan pada masa sekarang ini sudah banyak yang dipolakan dengan corak Barat sehingga muncullah pendidikan sekuler. Pada hal tertentu Islam tidak menolak sepenuhnya dengan apa yang diadopsi pendidikan Islam dari Barat, seperti metodologinya yang sudah jauh lebih maju dari Islam,. Dan bahaya yang timbul pada zaman ini adalah tantangan pengetahuan, bukan dalam kebodohan tetapi pada pengetahuan yang dipahamkan dan disebarkan pengetahuan barat untuk itu kita tetap harus mengadakan penyaringan terhadap hal-hal dari barat yang bertentangan dengan Islam
Pendidikan Islam selalu diarahkan kepada pendidikan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu pendidikan yang meninggalkan pembinaan akhlak dan adab. Maka suatu ilmu akan selalu dibarengi oleh amal yang tidak terlepas dari koridor norma-norma adab. Maka sangat jelas bahwa arah pendidikan Islam diorientasikan kepada akhlak sebagai mana yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Sedangkan pendidikan ala barat tidak seperti halnya dengan Islam. memang dalam tataran sains, pola yang mereka terapkan telah membawa kepada perkembangan dan kemajuan yang pesat menuju hasil yang gemilang, namun kegemilangan itu hanya terbatas pada hasil yang bersifat materiil. Di balik itu mereka terperosok ke dalam sebuah krisis moral dan hati, sehingga wujud ilmu bukan lagi sebagai rahmat dan karunia yang memberikan jalan dan kemudahan bagi terwujudnya sebuah kehidupan dunia yang damai dan saling menghargai tetapi malah justru menjadi bumerang dan sumber bencana yang bisa menimbulkan kerusakan dan kehancuran di muka bumi.
E. Penutup
Setelah kita melihat pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas, tentunya kita banyak mendapatkan banyak kekurangan. Namun dengan mendapatkanya kita beberapa kekurangan dari pemikiran beliau, janganlah sampai hal itu menutup mata kita untuk melihat jasa-jasa beliau yang tertuang dalam sebuah pemikirannya yang sangat cemerlang. sehinnga sampai saat ini kita masih bisa menyaksikan berbagai hasil pemikiran beliau yang tidak hanya tertulis di literatu-literatur, terbicarakan dalam diskusi-diskusi tapi juga bisa kita bisa kta nikmati hasil pemikiran itu dalam bentuk sebuah Universitas Islam yang sangat terkenal, yaitu ISTAC.
Daftar Pustaka
- Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam dan Sekulerisme, Penerbit Pustaka: Bandung. 1981.
- Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam. Mizan, cet I, 2003.
- Muhaimin, Arah Baru Pengembangan pendidikan Islam; Pemberdayaan, Pengembanagn Kurikulum hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan, Nuansa, Bandung, 2003.
- Mulyanto, gagasan dan perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Pustaka Cidesindo, Jakarta,
- Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan Islam; Upaya mengatasi kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2003.
- Irianto, Fauzi Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer.hal. diterbitkan atas kerjasama fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan Pustaka Pelajar.
2 komentar:
saya kira saudara sudah silap,...........naquib al-attas belum meninggal lagi, kalau mahu ketemu silahkan datang ke Malaysia.
iya saya percaya dan terimah kasih sarannya tapi ditulisan ini tidak mengatakan bahwa naquib al-attas sudak meninggal dan tahun berapa beliau meninggal saya cuma tulisan ini memaparkan riwayat hidup beliau thanks for you.
Posting Komentar